Kalimat Ponco seperti mimpi yang sangat muluk. Saat bersamaan ia sedih. Saat itu ia masih terdaftar sebagai mahasiswa Akademi Perhotelan Trisakti dan di Teknik Arsitektur UKI. Persoalannya, `'Bagaimana menyampaikan ke Papi?'' Lauren Rahadi, ayahnya, memang tidak melarang Chrisye bermain musik. Tapi, ayahnya tak ingin ia menjadikan musik sebagai profesi dan sandaran hidup.
Tawaran ke New York menempatkan Chrisye pada posisi sulit. `'Inilah titik yang luar biasa penting dalam sejarah karier saya,'' kata Chrisye, seperti ditulis buku itu. Sampai teman-temannya berangkat, pilihan belum ia tetapkan. Pergulatan batin itu akhirnya sampai ke telinga ayahnya. Â Â Â Â Â
`'Benar kamu ingin ke New York?'' Chrisye mengangguk.
`'Kuliah?''
`'Saya tidak punya minat di situ, Pi.''
`'Masa depan kamu?''
`'Musik.''
Perang dingin terjadi, sampai suatu siang ayahnya menghampiri, `'Chris, kalau kamu mantap, berangkatlah.''
Chrisye memeluk ayahnya. `'Saya tahu pasti, itu keputusan yang tidak mudah bagi Papi. Saya paham, Papi melakukan manuver mahadahsyat dalam cara berpikirnya tentang masa depan saya.'' Saat itu, 1973, Ponco mengantar Chrisye ke New York, menemui teman-temannya yang berangkat lebih awal.
Akhir 1973 kembali ke Indonesia, tahun berikutnya berangkat lagi ke New York untuk masa setahun dengan tim yang berubah. Ada Abadi Soesman, Dimas Wahab, Rony Makasutji, dan Broery Marantika. Nama grup bukan lagi Gibsy, tapi The Pro's.
Jadi Penyanyi