Sementara itu, Muhammad Hamidi setelah meneliti beberapa naskah tentang Syekh Abdul Qodir Jailani dari kajian motologi, menyimpulkan dengan cukup proporsional. Dia menilai bahwa para pengikut dan murid Abdul Qodir, seperti hendak menyimbolkan diri guru mereka tersebut sebagai bentuk harapan-harapan dan nilai-nilai, yang berujud pada diri seseorang. Selain itu juga untuk mendekatkan kecintaan pada diri Rasulullah melalui sosok yang menjembatani antara mereka dengan Rosulullah sendiri.
Terlepas dari kebenaran kisah-kisah tersebut, yang mesti kita perhatikan adalah, jangan sampai memposisikan seseorang diatas Allah dan Rosulullah SAW. Kita boleh memiliki tokoh teladan, sosok idaman, dan guru yang mengajar atas kebenaran, tetapi jangan sampai menempatkan mereka sebagai sumber kebenaran utama. Imam Syafi'i pernah berkata yang maknanya kurang lebih adalah; jangalah berpegang pada apa yang saya katakan, tetapi berpeganglah pada sesuatu yang saya berpegang padanya. Artinya kita tetap harus kembali pada pedoman Al-Qur'an dan Al Hadits untuk menemukan kebenaran sejati.
Pada akhirnya, setiap manusia dibekali dengan akal pikiran untuk menentukan apa yang akan dipilihnya. Meyakini adanya karomah pada orang-orang shalih seperti Syekh Abdul Qodir Jailani adalah wajar. Ada ajaran kebenaran dan nilai-nilai luhur yang bisa kita peroleh, dan contoh amalan-amalan yang dapat kita teladani dari orang-orang shalih di masa terdahulu. Namun meski begitu, mereka harus diposisikan secara proporsional, jangan sampai membuat akidah kita bergeser, dengan menempatkan diri mereka sebagai tempat meminta dan sebagainya. Allahummahdinassiratal mustaqim. Amin.
Syarif_Enha@Semarang, 2009
*Pernah dimuat dalam Majalah Pesan Trend Edisi III/Th. I Mei 2009
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI