Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tiga Motivasi Menjalankan Puasa

10 Mei 2020   02:35 Diperbarui: 10 Mei 2020   02:49 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Puasa itu diperintahkan hanya kepada orang-orang yang beriman. Karena hanya dengan modal iman saja orang bisa menjalankan puasa dengan baik dan benar. Puasa jika dijalankan tanpa keimanan atau keyakinan ia akan batal sebelum dilaksanakan. 

Allah sendiri menyatakan bahwa ibadah-ibadah semua diperuntukkan pengembalian langsung kepada pelaku ibadah tersebut. Namun, khusus buat puasa, itu khusus buat Ku dan Aku (Allah) yang akan memberikan nilai dan fadilahnya. 

Jadi jelas bahwa puasa tanpa keimanan adalah omong kosong. Lihat dan baca serta cermati, Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 183 yang merupakan dasar dalil kewajiban puasa.

Pada kenyataannya, puasa yang dilakukan oleh umat Islam, seringkali memiliki motivasi yang beragam. Bukan semata karena itu berdasarkan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT, melainkan karena ada montivasi lain yang menjadi dasar pelaksanaan Puasa. Paling tidak ada tiga motivasi dasar manusia berpuasa berdasarkan pengalaman sosiologis manusia.

Pertama, puasa karena motivasi materi atau kepentingan dunia. Puasa dilaksanakan karena motivasi dasarkan mengharapkan keuntungan yang sifatnya materi. 

Misal supaya badan menjadi kebal bacok, bisa menghilang, usaha lancar, mudah jodoh dan sebagainya yang puasa itu dilakukan benar sesuai dengan tuntutan teknis, tapi tujuan atau motivasinya sangat dangkal. Puasa hanya dijadikan alat tukar dengan kepentingan-kepentingan materi duniawi semata. Ini adalah puasanya para oportunis material.

Kedua, puasa dilaksanakan dengan penuh kekhusukan dengan motivasi akherat, harapan akan memperoleh pahala dan balasan surga dari Allah SWT. Motivasi ini sering ditawarkan oleh para Dai kepada masyarakat kita karena memang itu yang paling dekat dan mudah dimengerti akan makan suatu amal ibadah. 

Jika engkau beribadah, maka Allah balas dengan kebaikan pahala dan surga. Demikian sederhana bukan? Namun, pada hakekatnya ini masih merupakan  motivasi yang dangkal, karena masih mengutamakan egoisme kepentingan pribadi. Tetap saja sifat motivasi ini pragmatis meski sudah lumayaan karena pragmatisme yang dibangun bukan lagi material, melainkan spiritual.

Ketiga, puasa ini dilakukan dengan motivasi utama uluhiyah murni, yakni ketundukan kepada Sang Pemberi perintah. Puasa dijalankan demi penghambaan tanpa tendensi selain cinta dan kepasrahan ridhlo atas segala ketentuan Allah SWT. 

Keimanan yang memuncak mencukupkan dirinya untuk menjalankan puasa sedemikian rupa dengan penuh keikhlasan dan tiada harapan kecuali keridloan Allah akan persembahan puasanya tersebut. 

Dengan demikian, efek balik pada dirinya tidak menjadi beban berat dalam munajat doanya, asalkan Beliau Allah meridloinya, cukuplah sudah. Inilah puncak ibadah seorang hamba, ketika keikhlasan sudah menjadi jalannya untuk kembali kepada Allah.

Jika kita menilik kembali tiga motivasi tersebut, berada di manakah puasa kita selama ini? Jangan sampai salah sangka. Allah begitu pemurah dan penuh rahmat bagi semua, apalagi pada manusia yang melakukan laku prihatin. 

Jangan heran jika orang yang berpuasa dalam hitungan tertentu bisa benar-benar kebal bacok, usahanya bisa saja maju pesat, jodohnya menjadi dekat dan mengkilat, pahala dan surga kemudian juga dia dapat. 

Semua itu adalah wujud kemurahan dan rahmat Allah kepada hamba-hamba Beliau yang bersungguh dalam usahanya. Namun mari merenungi, kenikmatan apa, keindahan macam mana yang tidak terbandingkan kecuali mendapatkan keridloan dari Sang Maha Segala. Adakah perbandingan dari kualitas Cinta Allah kepada seorang hamba? 

Jika Allah menjadi tujuan kita, semua akan Beliau fasilitasi dan anugerahkan, namun jika kita berhenti pada daftar permintaan dan tujuan selain Diri Beliau, maka hanya itulah yang mungkin akan diberikan. Barang siapa yang mencukpkan diri kepada Allah, maka Allah lah yang memenuhi segala kebutuhannya.

Marilah, jadikan puasa kita murni kita persembahkan kepada Allah. Dalam Al Qur'an Surat Al Kahfi ayat yang terakhir jelas di sana: "maka barang siapa yang mengharapkan bersitatap dengan Robb-nya, maka berlakulah yang salih dan jangan sekali-kali menyekutukan atau mensebandingkan Allah dengan sesuatu apapun saja!" (Syarif _enha@Nitikan, 2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun