Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Waktu Tidak Bisa Diputar Ulang?

7 Mei 2020   00:48 Diperbarui: 7 Mei 2020   00:57 5563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah anda menyesali suatu perbuatan dan berharap waktu bisa berputar ulang ke belakang agar anda bisa memperbaiki semuanya? Tidak ada yang sepenuhnya puas dengan apa yang dialaminya saat sekarang, dan berharap bisa mendapatkan lebih dengan membayangkan bisa kembali ke masa lalu dan mengubah keaadaan agar menjadi lebih baik.

Tidak ada mukjizat nabi yang diberikan oleh Tuhan untuk bisa membalik gerak waktu ke belakang. Karena itu sungguh akan "merepotkan". Mungkin bagi Tuhan sendiri itu bukan hal yang rumit, namun pernahkan kita berpikir, bahwa perubahan satu moment pada masa lalu, sangat mungkin memberikan pengaruh besar pada masa sekarang ini. Jadi sudahlah, hentikan impian anda itu dan berpikirlah realistis.

Waktu adalah hukum alam paling fundamental. Tidak bisa hidup diputar ulang. Jika melipat waktu, mungkin masih ada yang menyatakan bisa dilakukan, tapi yakinlah bahwa hidup itu berjalan terus bergerak ke depan tanpa bisa membelok ke belakang.

Ada hikmah besar dari gerakan waktu yang terus menuju masa depan. Dengan waktu terus melaju ke depan, kita akan belajar bertanggungjawab atas segala konsekuensi perbuatan yang sudah kita lakukan. 

Dalam aturan permainan catur ada larangan untuk mundur atau mengulang langkah yang sudah diputuskan. Seorang pemain catur harus berani menanggung resiko atas pilihan yang diambilnya, karena sudah tidak mungkin lagi langkah permainan tersebut diulang. Begitu juga dalam hidup. Setiap orang akan bertanggungjawab atas pilihan-pilihan hidupnya.

Ada sebuah kisah menarik, suatu ketika pasukan Zulkarnain menempuh perjalanan panjang dan harus melalui sebuah lorong panjang yang minim pencahayaan. 

Di tengah perjalanan kaki-kaki para prajurit menginjak bebatuan yang dalam pencahaan rendah tersebut tampak sedikit mengkilat. Ada yang cuek dan terus saja berjalan. Ada yang iseng mengambil satu dua batu dan dimasukkan ke dalam saku. Ada yang cukup banyak mengambil sampai penuh satu kantong dia bawa. Ada yang begitu tertarik dan akhirnya memenuhi dua kantong yang dimiliki dengan batu-batu yang tampak mengkilat tersebut.

Ketika semua pasukan sudah keluar dari lorong tersebut, Zulkarnain memerintahkan untuk meruntuhkan lorong tersebut agar tidak bisa dilalui musuh. Setelah itu Zulkarnai berpidato di depan pasukannya. 

"Siapa yang sempat membawa batu-batu yang banyak di lorong tadi? Ketahuilah bahwa itu adalah batu-batu mulia yang sangat mahal nilainya." Mendengar keterangan pimpinannya pasukan gaduh. Tidak ada yang berteriak gembira. Semua mengaluh. Semuanya menyesal. Karena mereka tahu tidak mungkin lagi kembali dan mengambil sebanyak yang mereka mau.

Ada yang mengambil sampai dua karung, namun dia tetap menyesal. Karena adaikan dia dapat mengambil lebih banyak lagi, tentu dia akan menjadi orang yang kaya-raya dan bisa berbagi. Yang hanya mengambil satu kantong lebih menyesal lagi, andai saja dia tahu, tentu akan memenuhi satu kantong lagi yang dia biarkan kosong. 

Yang hanya mengambil satu-dua batu di dalam saku sangat menyesal, mengapa dia menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dan yang paling menyesal, jelas adalah orang yang tidak perduli. Sangat menyesal karena begitu waktu berlalu dia tidak memiliki apapun yang berharga.

Inilah hikmah waktu. "demi masa. Sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi". Seberapa amal kita, kelak kita akan menyesal. Karena pada kenyataannya kita tidak begitu maksimal memanfaatkannya untuk kebaikan.

Waktu terus bergerak maju. Mari gunakan waktu sebaik mungkin. Ambil semua kesempatan untuk kebaikan, karena kita tidak pernah tahu, kebaikan mana yang akan diterima oleh Tuhan. Sekecil apapun nilai kebaikan itu, jika baik, maka lakukanlah. Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak terlalu menyesal karenanya. [Syarif_Enha@Nitikan, 21 Juli 2015]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun