Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Biasa Saja

19 April 2020   05:56 Diperbarui: 19 April 2020   05:53 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana jika kita menyaksikan berita di TV, seheboh atau sedahsyat apapun, berita tetap disebut berita, menggabarkan peristiwa atau agenda kepada siapa saja yang kebetulan atau sengaja menyaksikannya. Berita sendiri tidak pernah menjadi sesuatu yang luar biasa, ia adalah sesuatu yang sudah demikian adanya. Bahkan mukjizat yang sedemikian luar biasa, bisa dipandang sebagai sesuatu yang biasa saja. Namanya saja nabi, sudah wajar dan biasa jika dibekali dengan mukjizat oleh Tuhan.

Belum lama ini, saya menghadiri acara pernikahan kawan saya di desa. Kawan saya itu sudah memulai hubungan sekitar tahun 2003 dan baru menikah tahun 2011. Delapan tahun bukan waktu yang pendek untuk sebuah hubungan. Apalagi mereka berjuang dalam cintanya itu bukan dengan mudah. Kedua orang tua masing-masing pihak tidak merestui pada awalnya, dan baru tiga bulan terakhir para orang tua itu akhirnya menyerah, mengijinkan mereka menikah. Sebuah kisah cinta yang penuh dengan rintangan dan semangat. Dan itu sebenarnya juga biasa. Namanya cinta tidak akan berasa tanpa ada rintangan dan perjuangan.

Pernikahannya biasa-biasa saja, tamunya biasa-biasa saja, makanannya juga biasa-biasa saja, apalagi tarub dan dekorasinya, sangat biasa sekali, sekilas jelas tidak ada yang istimewa, dan kesimpulan bisa segera diambil, sudah semestinyalah jika perhelatan nikah digelar. Tidak ada kesan istimewa dan luar biasa. Jika ada banyak tamu datang, itu sudah biasa, kan memang lagi ada hajatan. Jika ada banyak makanan nikmat beraneka macam, wajar juga, kan lagi ada banyak tamu datang. Jika rumah atau panggung dihias dan didekorasi, itu sudah semestinya pula, kan memang lagi ada pesta. Jadi memang saya pikir semua peristiwa itu sifatnya adalah biasa, mungkin, dan pantas.

Pernikahan adalah sebuah hajatan paling besar dalam keluarga. Pernikahan adalah acaranya orang tua yang menikahkan anaknya. Sehingga sudah semestinya orang tualah yang menyiapkan segala hal kebutuhan upacara pernikahan tersebut. Pernikahan adalah pesta yang berarti perayaan kegembiraan. Tetapi rupanya tidak semua orang berpikir sama mengenai hal ini. Tidak seidikit orang berpikir bahwa hajatan pernikahan itu adalah beban dan tanggungan yang tidak mudah dan merepotkan, sehingga begitu acara selesai yang ada hanyalah perasaan lega, jauh dari puas. Lega akan terasa lebih nikmat dibandingkan dengan kepuasan. Seperti lepas dari terkaman harimau lebih menggembirakan daripada mendapat uang tiba-tiba lewat kuis yang tidak pernah sulit. Apakah anda mau dibekali uang satu karung kemudian anda diminta tidur satu kandang dengan jaguar?

Point yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini adalah, pertama, kita mestinya hidup biasa-biasa saja. Karena hakekatnya tidak ada yang istimewa kecuali Tuhan. Selain Tuhan tidak ada yang hebat dan luar biasa, karena pada hakekatnya semua berada di bawah irodah-Nya. Kedua, pesan dari orang tua, urip ojo kagetan dan gumunan yang berarti hidup itu jangan mudah terkaget-kaget dan terheran-heran pada dunia. Hakekat dunia adalah fana, rusak, sementara.

Ketiga, setiap peristiwa memiliki konteksnya masing-masing. Tidak ada yang istimewa sama sekali pada konteksnya tersebut. Jika kita menonton bola kelas kampung, jangan gunakan konteks liga campion, anda akan merasakan sakit jiwa, karena yang anda saksikan menjadi luar biasa buruknya.  Keempat, ingat, kaca mata itu memberikan kesan pada objek yang dipandang. Lebih-lebih mindset akan membentuk ukuran nilai semua peristiwa. Syarif_Enha@Tamansiswa 158, Juni 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun