Mohon tunggu...
Syarifuddin Hemma
Syarifuddin Hemma Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sebatas yang saya pahami tentang asal muasal, dinamika dan tujuan hidup ini

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Men-substansi

27 Juli 2015   09:19 Diperbarui: 27 Juli 2015   09:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang pelit yang sedang bersedekah  berbeda dengan orang yang murah hati bersedakah.  Perbuatan sedekah pertama hanya menempel pada manusia. Karena hanya aksesoris, perbuatan itu dengan mudah hilang dari dirinya.  Bersedakah kedua benar-benar pantulan langsung dari jiwanya yang berkarakter murah hati dan senang memberi. Karena bersedakah bagian dari dirinya dan bukan sekedar aksesoris maka perbuatan ini tidak mudah dihilangkan begitu saja.

Dalam Filsafat Islam, kajian akhlak berkenaan perbuatan yang kedua, yang men-substansi, bagaimana mencapainya. Men-substansi berarti adanya proses yang butuh pada waktu. Menurut sebagian sufi, perjalanan substansial ini ialah perjalanan (suluk) yang panjang dan melelahkan. Ada yang mengatakan 4 tahap perjalanan, ada pula 100 bahkan 1000. Karena itu, akhlak tidak berbicara tentang karakter jiwa bawaan sejak kecil. Falsafah akhlak berbicara tentang pencapaian, perjalanan, penempaan diri, sedemikian sehingga sifat-sifat baik itu adalah hakikat dirinya sendiri.

Semakin malam, si Budi semakin gelisah dan tidak bisa tidur. Sesekali ia terharu melihat dirinya yang berjuang mengendalikan hawa nafsu di bulan ramadhan. Sesekali ia kaget, prihatin dan kadang tersenyum kecil melihat dirinya yang lepas kendali di hari “kemenangan”. “Apakah saya layak merayakan kemenangan?” tanya Si Budi pada dirinya sambil merenungkan pesan Nabi Muhammad tentang jihad melawan hawa nafsu sebagai jihad akbar. "Apa sesungguhnya pesan-pesan Ramadhan yang mungkin sudah saya jalani 20 kali?" tanyanya lagi. Arang yang merah menyala dan sesekali mengeluarkan api kembali tergambar di benaknya sebelum akhirnya kantuk menguasai dirinya. 

Selamat Hari Idul Fitri 1436H, Minal 'aaidiin wal faaiiziin, ucap si Budi pelan sesaat sebelum memejamkan matanya dan tertidur pulas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun