Mohon tunggu...
Syarifuddin Hemma
Syarifuddin Hemma Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sebatas yang saya pahami tentang asal muasal, dinamika dan tujuan hidup ini

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jalan Hidup

2 Maret 2014   14:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin baru kali ini saya menyadari kehidupan saya di dunia. Tidak mudah memang. Alhamdulillah pemahaman saya tidak lagi meragukan adanya tujuan hakiki dari kehidupan ini. Menemukan tujuan ini juga tidak mudah bagi orang yang setengah karatan seperti saya. Di saat orang lain bergerak lebih awal, saya lebih lama menyerap apa sebenarnya yang terjadi pada hidup saya ini. Meskipun demikian, saya bersyukur dengan pemahaman yang menjadi lilin kecil bagi dunia gelap saya. Meskipun redup, namun cahayanya telah mengusir sebagian kegelapan.

Memahami tidak cukup, tindakan seharusnya adalah keniscayaan di alam yang kongkret ini. Perlu tindakan nyata karena dengan tindakanlah pemahaman termanifestasi dalam mata rantai sebab akibat di dunia ini. Dari mata rantai yang abadi nan kokoh ini,  sesuatu memiliki efek yang nyata dan bergerak semestinya ke arah kesempurnaan.

Di dunia ini, tiap kecendrungan bisa tumpah apa adanya. Namun ketika tumpah di dunia, sistem sebab akibat lagi-lagi harus mangantarkan kepada tujuan yang semestinya. Semestinya buruk atau baik. Tiap kecendrungan itu suci, namun jika ditumpahkan tidak pada tempatnya, waktunya, dan tidak sesuai dengan syarat-syaratnya, maka yang terjadi adalah disintegrasi yang berakibat penyimpangan dari sistem semestinya. Jika bukan kekacauan yang terjadi di dunia luar, keguncangan dalam dunia alam mental manusia dipastikan bisa terjadi. Ini hukum niscaya.

Selama perjalanan hidup ini, penguasaan akal (pemahaman) atas segala kepentingan kecendrungan nyaris dituntut tiap saat. Sedemikian, sehingga ketika akal terpejam sejenak saja, kecelakaan yang tak diharapkan kemungkinan besar terjadi. Sekali lagi, ini alam sebab akibat. Baik sesuatu yang terlihat oleh kasat mata maupun yang tak lagi terjangkau oleh indra lahiriah apapun senantiasa memberikan efek atau akibat. Adapun akibat niscaya pasti identik dengan sebabnya. Tak mungkin utusan Yang Maha Bijaksana berupa manusia yang suci dari dosa memberikan petunjuk yang keliru, merugikan dan mencelakakan bagi umat manusia. Demikian pula segala larangan dari Yang Maha Mengetahui tak mungkin keliru sehingga tidak mematuhinya (masih) memberikan kemungkinan keselamatan yang hakiki.

Hingga akhirnya, benturan antara pemahaman yang melahirkan pandangan dunia  dan kenyataan hidup yang menawarkan banyak pilihan dengan segala model jebakannya tak bisa terhindarkan. Hidup yang telah mencapai pandangan dunianya harus membenturkannya dengan kenyataan duniawi yang tidak sederhana, tidak tunggal dan tidak semudah menulis uraian pandangan dunia. Dari proses benturan ini, keimanan lahir hingga menjadi keyakinan yang benar-benar mengakar, kokoh, mandiri dan abadi. Keyakinan ini adalah manifestasi pandangan dunia yang berupa akhlak sebagai sikap nyata para peniti jalan kebahagiaan hakiki.

Dari sikap yang nyata ini, efek kausalitas yang berantai kian mengantarkannya mencapai tujuan finalnya. Meskipun terasa lama, panjang perjalanannya, melelahkan, penuh derita, rentan ancaman, cacian, fitnah, namun rahmat-Nya senantiasa menemani di setiap denyut nadi, tetasan keringat hingga darah yang tumpah. Sebagaimana yang disampaikan para kekasih-Nya di dunia, bahwa Dia Mahameliputi segala sesuatu, Maha Awal dan Maha Akhir.

Maka di antara pilihan yang beragam ini, saya harus memilih dengan segala konsekuensinya. Pilihan ini bukanlah kesepakatan keluarga, bukan pula tradisi masyarakat, atau pencapaian akedemisi keserjanaan. Cahaya pandangan dunia telah memberikan penerang pada jalan hidup, meskipun batu kerikil dan duri semakin jelas terlihat. Ini bukan pilihan yang nyaman, menyejukkan, populer, dan menyenangkan. Secara subjektif, saya tidak menyukai jalan ini namun saya harus berjalan di atasnya. Melawati kenisbian dan kerelativan demi untuk yang mutlak, abadi dan demi kemerdekaan hakiki. Saya harus melupakan semua cita-cita yang saya impikan sebelumnya, yang (ternyata) rapuh, kering dan sementara. Ya, saya harus menjauh dari semua itu. Saya yakin inilah jalan yang manusiawi, jalan yang tak (mampu) dijalani oleh jenis hewan lainnya, atau makhluk lainnya seperti tumbuhan, gunung, langit atau bahkan malaikat sekalipun. Karena ini pilihan, maka siapapun bisa menempuhnya hingga mentransenden pada puncak eksistensinya sebagai manusia, atau tidak memilihnya hingga terjun bebas menembus apa yang menjadi batas manusiawi dan hewani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun