Perkembangan terkini soal UU Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan untuk mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan, termasuk 21 poin penting terkait uji materi UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja (31/10/2024). Selain dianggap jadi multitafsir, penerapan UU Cipta Kerja mendapat sorotan banyak pihak di Indonesia, utamanya kalangan pekerja atau buruh.
Ada banyak isu yang dipermasalahkan di UU Cipta Kerja. UU ini dianggap tidak hanya kurang berpihak kepada pekerja, tetapi juga mengandung banyak pasal yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi penyalahgunaan. Karenanya, putusan m Katas uji materi UU Cipta Kerja terbaru diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam perlindungan hak-hak pekerja di Indonesia.
Dari 21 poin yang dikabulkan MK, ada beberapa poin penting yang perlu diketahui terkait gugatan UU Cipta Kerja. Khususnya terkait dengan pekerja yang diikutkan dalam program DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Apa saja implikasinya putusan MK terhadap DPLK, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang harus diketahui, yaitu:
1.. PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
MK menekankan PHK hanya dapat dilakukan setelah ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga pekerja tidak lagi merasa terancam oleh keputusan sepihak. PHK baru bisa dilakukan bila putusan inkrah (memiliki kekuatan hukum tetap).
Kaitannya dengan DPLK khususnya di program DKPK (Dana Kompensasi Pascakerja), mungkin selama ini manfaat kompensasi pascakerja dibayarkan atas perintah pemberi kerja melalui surat pemutusan hubungan kerja (tendensinya sepihak). Karena itu ke depan, DPLK harus mencari mekanisme bahwa PHK sudah inkrah dari lembaha penyelesaian perselisihan hubungan industria, bagaimana cara membuktikannya? Hal ini penting agar pembayaran manfaat kompensasi pascakerja melalui DPLK tidak jadi masalah. Sebagai contoh bila PHK sepihak, lalu pekerja tidak terima dan mengajukan penyelesaian melalui hubungan industrial. Bagaimana pihak DPLK bisa tahu, apalagi di saat yang sama klaim manfaat kompensasi pascakerja juga dilakukan?
2. Ketentuan Pesangon
MK juga menegaskan perlunya adanya ketentuan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK, memberikan jaminan bahwa pekerja akan mendapatkan hak-haknya saat menghadapi pemutusan hubungan kerja.
Kaitannya dengan DPLK, tentunya uang pesangon harus mulai didanakan pihak pemberi kerja atau perusahaan sesuai melalui DPLK. Agara nantinya pembayaran uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) dapat dilakukan melalui DPLK dan pemberi kerja tidak lagi direpotkan dengan urusan uang pesangon. Artinya, edukasid dan sosialisasi aturan ini harus terus disampaikan ke publik. Agar kalangan pemberi kerja atau Pperusahaan semakin memahami pentingnya mendanakan uang pesangon. Â
3. Pemisahan UU Cipta Kerja
MK meminta agar segera dibentuk UU Ketenagakerjaan yang baru, terpisah dari UU Cipta Kerja. Ini bertujuan untuk memperjelas dan menegaskan kembali ketentuan-ketentuan yang ada, serta memberikan kejelasan dalam regulasi ketenagakerjaan
Kaitannya dengan DPLK tentunya harus mulai mempersiapkan kemungkinan adanya regulasi baru terkiat UU Ketenagakerjaan yang mengatur ketentuan teknis terkait ketenagakerjaan, baik soal pensiun maupun PHK. Artinya ke depan, ada potensi regulasi baru terkait ketenagakerjaan yang berimplikasi terhadap DPLK.
Nah harus bagaimana DPLK dengan putusan MK terkait UU Cipta Kerja? Ya, semua pihak harus menyesuaikan, baik pemberi ketrja, pekerja maupun DPLK. Selebihnya silakan dibahas dan disesuaikan saja seperti apa. Kira-kira begitu. Salam #YukSiapkanPensiun #UangPesangon #EdukasiDanaPensiun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H