Itu semua proses. Tulisan ini pun sebagai bagian transparansi perjuangan seoarang mahasiswa S3 yang masih berjibaku untuk menyelesaikan studinya. Saya harus ujian 6 kali untuk mejadi doktor manajemen pendidikan. Sekalipun saya sudah mengajar di kampus Unindra selama 30 tahun. Begitulah proses dan fakta yang saya jalani saat menempuh S3. Biar nggak ada orang yang menyangka instan atau apalah. Ternyata, urusan studi lanjut S3 cuma soal "kerajinan", kalau malas menulis disertasi sudah pasti bablas bahkan bisa DO.
Â
Sebagai pendiri TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor pun, disertasi saya pilih "Efektivitas tata kelola taman bacaan pada TBM di Kab. Bogor". Banyak orang bilang unik dan menarik, karena tidak banyak orang yang meneliti taman bacaan. Apalagi penelitinya seorang pelaku TBM sekaligus akademisi. Selama ini banyak yang meneliti taman bacaan tapi dia seorang akademisi, bukan pelaku TBM. Disertasi yang tergolong langka, membahas taman bacaan masyarakat.
Selain memformulasikan tentang cara mengukur efektif atau tidak efektifnya tata kelola taman bacaan, disertasi saya juga berangkat dari kegundahan tentang dunia literasi dan taman bacaan itu sendiri. Kok bisa taman bacaannya tidak dikelola dengan optimal mengaku pegiat literasi? Kok bisa menyamakan TBM yang baru seumur jagung dengan yang lama? Kok bisa mendiskusikan baik tidaknya pengelolaan taman bacaan tapi taman bacaannya sendiri tidak diurus. Jadi, apa ukurannya taman bacaan masyarakat yang efektif dan tidak efektif? Gelisah karena tidak ada pakem yang jelas untuk mengukur efektivitas taman bacaan. Maka saya teliti soal taman bacaan.
Maka besok, disertasi saya pasti "tidak laku" di mata pegiat literasi yang nggak masuk kriteria ilmiah. Ada 13 rekomendasi saya tentang tata kelola taman bacaan yang efektif. Bukan sekadar literasi dan taman bacaan yang dipandang hanya sebatas "sejarah" tanpa rekam jejak, tanpa diurus dengan baik dan benar. Maka lagi-lagi penting, adanya proses dan transparansi. Karena rekam jejaknya bisa dilacak. Bukan ujug-ujug sehingga menimbulkan prasangka dan pertanyaan. Mohon maaf, hari ini ngobrol bareng di warung kopi soal buku dan literasi pun sudah bisa mengaku pegiat literasi. Aoaiya begitu?
Â
Kita sering lupa, proses dan transparansi itu penting banget. Karena siapapun yang berproses pasti akan memakan waktu yang lebih lama. Siapapun yang transparan pun bisa dilihat rekam jejaknya. Proses dan transparansi adalah kunci untuk memajukan apapun, karena tidak ada yang gelap, tidak ada yang sembunyi-sembunyi ataupun remang-remang.
Jadi, dunia akademis dan taman bacaan memang penuh dengan prasangka. Karena mengabaikan proses dan transparansi. Begitulah tentang Doktor Bahlil yang hari ini banyak dibicarakan. Sebenarnya sederhana, nggak usah takut "dicurigai" jadi doktor di mana pun bila proses dan transparasinya terjadi. Silakan cek ke lapangan, cek ke kampus, cek ke tempat penelitiannya. Semuanya bisa jadi bukti .... Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H