Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merenungkan Taman Bacaan bersama Aristoteles

25 September 2024   18:15 Diperbarui: 25 September 2024   18:16 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Bila kita sedikit merenungkan pandangan Aristoteles, disebutkan pengetahuan adalah sesuatu yang tidak terbatas. Ilmu yang selalu berkembang dan tidak mungkin dimiliki sepenuhnya oleh seseorang. Jadi katanya, manusia harus sadar akan ketidak-tahuannya. Maka semakin banyak membaca, semakin banyak belajar berarti kita semakin sadar akan ketidaktahuan kita. 

Harus sadar kita banyak tidak tahunya daripada tajunya. Sebaliknya, bila ada orang yang merasa "sok" tahu segalanya, pasti dia menutup diri dari kesempatan belajar. Sehingga pasti lagi, menghambat pertumbuhan intelektual dan emosionalnya. Dan akan terus-terusan sok tahu.

Coba bayangkan, ada orang yang bermukim di dalam ruangan kecil dengan jendela tertutup rapat. Pasti, dia berpikir bahwa dunia hanya sebatas ruangan tersebut, dan tidak menyadari bahwa ada dunia yang jauh lebih besar di luar jendela. Maka, orang yang merasa tahu segalanya seperti orang yang menutup jendelanya sendiri. Sehingga dia tidak pernah melihat peluang untuk memahami lebih banyak hal di luar dunianya yang sempit itu.

Pemikiran Aristoteles, sejujurnya menyadarkan kita. Bahwa kerendahan hati adalah kunci untuk bersikap terbuka dan bijaksana. Selalu mau membuka pikiran terhadap pengetahuan baru. Dan selalu sadar  bahwa kita tidak pernah benar-benar tahu segalanya. Maka Aristoteles mengingatkan kita bahwa kebodohan terbesar adalah saat kita merasa sudah tahu segalanya. Lupa, sikap bijaksana itu harusnya bersedia untuk selalu belajar dan mengakui keterbatasan kita. Manusia itu bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa pula.

Maka di taman bacaan, siapapun harus menyingkirkan sikap sombong, apalagi tertutup. Sekolah itu tidak cukup tanpa membaca. Membaca pun tidak hebat tanpa praktik. Seimbang antara yang dibaca dan diperbuat. Bukan hanya sekadar bicara tau narasi. Siapapun yang berkiprah di taman bacaan, pasti merasa selalu ada hal-hal yang belum dia ketahui atau pahami. Harus tetap mau membaca, sekaligus belajar 

Kenapa membaca, karena saat membaca kita sedang menumbuhkan intelektual dan emosional yang sehat. Teks bacaan saja mau dicerna, apalagi perbuatan orang lain. Harus bisa dimengerti dan diambil hikmahnya.

Saat di taman bacaan, saya selalu belajar. Bukan hanya membesarkan akal pikiran. Tapi membijakkan hati dan budi pekerti. Begitulah literasi harusnya bekerja. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #TamanBacaan

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun