OJK telah meluncurkan "Peta Jalan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028" di Yogyakarta pada 8 Juli 2024. Peta  jalan industri dana pensiun ini diharapkan mampu menjadi katalisator untuk mempercepat pertumbuhan dana pensiun di Indonesia, baik kepesertaan maupun aset kelolaan. Di samping sebagai antisipasi terhadap dinamika perubahan ekonomi dan demografi yang berkembang di era digital. Sesuai dengan UU No. 4/2023 tentang P2SK dan POJK 27/2023 tentang Penyelenggaraaan Usaha Dana Pensiun, adalah sebuah keharusan dana pensiun melakukan perubahan strategi dan penyesuaian arah pengembangannya ke depan serta mengatasi tantangan yang selama ini menjadi persoalan.
Dalam buku "Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028" disebutkan salah satu tantangan paling utama (bila tidak mau disebut kendala) Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) untuk berkembang adalah lemahnya dukungan pendiri terhadap pengembangan DPLK-nya sendiri. Sebagai badan hukum yang bersifat "unit bisnis", DPLK relatif kurang mendapat perhatian dari pendirinya. Â Â
Sesuai dengan focus group discussion dengan seluruh pemangku kepentingan program pensiun sukarela, lemahnya dukungan pendiri DPLK "diduga" menjadi tantangan paling utama. Dalam konteks itu, berimplikasi terhadap masih terbatasnya dukungan pendiri terhadap pengembangan 1) infrastruktur, 2) digitalisasi DPLK, dan 3) kompetensi SDM. Bila pun dukungan pendiri sudah cukup baik, sering kali belum optimal. Karena masih menjadi bagian dari shared services operasional, Â yang dikelola dan digunakan oleh dan dengan pendiri.
Bisa jadi, dari perspektif pendiri, dukungan pendiri terhadap DPLK sangat terkait dengan kontribusi pendapatan (revenue) dan kesesuaian sinergi dengan keseluruhan portofolio produk keuangan yang ditawarkan, baik bank umum, asuransi jiwa, dan nantinya manajer investasi yang boleh mendirikan DPLK sesuai mandat UU P2SK.
Data OJK menyebut diestimasikan rata-rata proporsi aset industri DPLK hanya sebesar 37% dari total aset pendiri dan rata-rata proporsi pendapatan (revenue) industri DPLK hanya sebesar 0,8% dari total pendapatan pendiri (sesuai FGD akademisi 2024). Data per Desember 2023, dapat disimak bahwa 10 DPLK terbesar saat ini diperkirakan menguasai 92% dari total pangsa pasar DPLK di Indonesia (dapat dilihat di tabel). Itu berarti, 15 DPLK lainnya menempati hanya 8% dari pangsa pasar yang ada. Maka mau tidak mau, upaya pengembangan dan penguatan DPLK ke depan menjadi penting dilakukan dan diprioritaskan. Diantaranya, sesuai regulasi yang berlaku, penguatan istilah PLT (Pelaksana Tugas Pengurus) menjadi "Pengurus" yang tidak dapat merangkap jabatan, adanya Dewan Pengawas minimal 2 orang (salah satunya pihak independen), tidak boleh menyerahkan pengelolaan aset DPLK kepada pihak ketiga, termasuk digitalisasi DPLK utamanya layanan bersifat online seperti saat pendaftaran, perubahan arahan investasi, dan pengajuan pembayaran manfaat pensiun.
Peta Jalan Dana Pensiun di Indonesia, telah menyiratkan dengan tegas akan 3 (tiga) arah pengembangan dana pensiun ke depan, yaitu:
1. Digitalisasi Dana Pensiun. Untuk mendorong kemudahan akses kepesertaan DPLK sekaligus edukasi publik, di samping mendukung pengelolaan DPLK secara lebih efisien.
2. Ketersediaan Program Pensiun Sektor Informal. Untuk memberi kesempatan pekerja sektor informal memiliki program pensiun yang sesuai dengan karakteristik pekerja sektor informal yang kini lebih mendominasi pekerja di Indonesia, mencapai 60% dari total angkatan keja atau mencapai 80 juta pekerja informal.
3. Adanya pergeseran trend terkait skema program pensiun dari defined benefit (manfaat pasti) menjadi defined contribution, (iuran pasti) sehingga arah pengembangan lebih fokus kepada pengelolaan dan strategi investasi yang lebih optimal.