Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buku Bukanlah Cinta

21 April 2024   02:34 Diperbarui: 21 April 2024   10:50 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Ini realitas. Anda bisa saja berhubungan dengan buku tapi tidak jatuh cinta. Sebaliknya, Anda bisa juga jatuh cinta pada buku tapi tidak pernah melakukan hubungan dengan buku. Apapun alasannya, dua realitas itu bisa terjadi di dunia literasi. Sementara di luar sana, mungkin ada orang lain yang membenci tanpa cinta buku. Tapi sangat intens berhubungan dengan buku.  Dan dari kondisi itu, mungkin saya atau Anda adalah satu diantaranya.

Literasi pun semakin dirusak. Oleh orang-orang yang tanpa cinta tapi mampu berhubungan badan. Sebaliknya, ada pula yang punya segudang cinta tapi tidak pernah berhubungan badan. Sementara di tempat lain, ada perempuan yang benci laki-lakinya tapi masih berhubungan (badan). Semua itu realitas hari ini.

Itu hanya perumpamaan. Bisa diterima bisa pula tidak oleh Anda. Tapi bila bukan Anda, pasti salah satunya bisa terjadi. Maka bijaklah menyikapi realitas. Karena harapan "sudah pasti" berbeda dengan kenyataan.n

Ketahuilah, menggunakan buku untuk memanipulasi cinta pada akhirnya akan gagal. Adalah menipu diri sendiri untuk berpikir bahwa membaca buku akan membuat kita mencintai buku. Sama sekali belum tentu. Cinta sejati itu tidak akan memaksa Anda untuk terlibat dalam buku. Orang yang tidak mencintai buku pun tidak akan berubah pikiran hanya karena cinta.

Apakah Anda berubah karena buku? Belum tentu jawabnya. Dunia buku tidak ada hubungan dengan cinta. Buku itu soal aksiologi, untuk apa membaca buku? Sedangkan cinta itu soal epistomologi, gimana Anda bisa berhubungan? Dan Anda sendiri adalah ontologi. Kenapa Anda benci buku tapi membacanya dengan cinta. Atau sebaliknya, kenapa pula Anda bilang cinta buku tapi tidak pernah membacanya?

Saat Anda diminta 'buktikan cinta Anda', apa Anda akan membaca buku? Apa cinta dua kekasih ditandai dengan berhubungan badan? Kita sering lupa, cinta itu menyesatkan. Bahwa cinta sering dipakai sebagai alasan. Seperti hamba yang cinta Tuhannya. Tapi tidak pernah menjalankan perintah-Nya.  Persisi sama, bila Anda menyatakan cinta pada buku. Di situ, ada ruang untuk Anda mengkhianati buku. Karena cinta, sering kali membawa pemiliknya menjauh dari objeknya. Kita bilang cinta laut tapi kita tidak pernah berenang di laut. Hanya karena takut tenggelam. Peran antagonis itu, semakin bilang cinta justru semakin gampang menyakiti. Betul atau tidak?

Jadi, jangan buru-buru bilang cinta buku. Karena itu hanya menjadikan kita sebagai "budak buku", berkutat dengan buku-buku tapi tidak pernah membacanya. Sebuah perbuatan bodoh yang tidak diketahui orang banyak. Hanya diri sendiri yang tahu itu semua. Sadarilah, ketika bilang "cinta" seharusnya tindakannya tidak pernah memalukan atau merendahkan buku itu sendiri. Jika Anda telah membuat kesalahan dengan menggunakan buku untuk membeli cinta, sekaranglah saatnya untuk menilai kembali hubungan Anda dengan buku. Seperti apa realitasnya? 

Ketahuilah, jika Anda bercumbu dan membaca buku atas alasan 'buku itu baik', maka di situ akan ada akibat fatal bagi percumbuan Anda dengan buku. Biarkan saja Anda tetap berada di dekat buku. Sehingga rasa cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Ana cinta buku karena kehormatan, karena ada hubungan emosional (bukan hanya hubungan badan). Cara berpikir, sikap, dan perilaku sehari-hari memang dekat dengan buku. Dekat dan selalu mau ada di dekat buku dan mampu menghabiskan sisa hidup bersama buku-buku.

Buku bukan cinta. Cinta pun bukan buku. Tapi keduanya bisa hidup berdampingan. Karena buku soal aksiologi, sedangkan cinta soal epistomologi. Buku ya buku, cinta ya cinta biarlah keduanya berproses secara alami, dan apa adanya. Bukankah begitu seharusnya? @Sebuah catatan jelang peluncuran buku "Titik Waktu", buku ke-48 karya Syarifudin Yunus, dosen FBS Unindra dan Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor. Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Sumber: Syarifudin Yunus
Sumber: Syarifudin Yunus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun