Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lelaki Tua di Rumah Sakit, Mau Apa Lagi?

15 Maret 2024   08:05 Diperbarui: 15 Maret 2024   08:14 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Siang itu, di sebuah rumah sakit sedang sibuk-sibuknya. Lalu seorang lelaki tua datang dan duduk di ruang tunggu. Sambil terus melirik jam tangannya berulang-ulang. Seperti ada gelisah di dirinya. Di dalam benaknya, berapa lagi harus menunggu?

Karena terlihat gelisah, petugas rumah sakit pun bertanya ke lelaki tua. "Apakah Bapak punya janji, kok kelihatannya gelisah..??"

Lelaki tua itu menjawab: "Tidak, saya hanya mau menjaga istri saya yang sakit?" Dia bercerita bahwa istrinya belum lama ini menderita penyakit Alzheimer (hilang ingatan).

Petugas itu pun bertanya lagi: "Loh, bila istri Bapak sakit alzheimer. Kenapa gelisah Pak, bukankah istri Bapak sudah mengenali Bapak lagi?"

Bapak tua itu pun tersenyum. Tangannya pun menepuk bahu petugas sambil berkata: "Iya betul, istri saya memang tidak mengenali saya lagi. Tapi saya masih mengenali dia kan..?"

Mendengar jawaban lelaki tua itu, petugas rumah sakit pun matanya berkaca-kaca. Seperti menahan air mata. Hingga si lelaki tua itu beranjak pergi menemui istrinya di ruang perawatan. Merawat sang istri yang mengidap alzheimer sekalipun dia tidak kenalinya lagi.

Hari ini, betapa banyak orang. Masih kenal tapi berpura-pura tidak kenal. Sudi berbuat jahat pada orang lain yang pernah berbuat baik kepadanya. Hanya atas alasan satu atau dua kesalahan orang lain, lalu membenci sepanjang hayat.  Memusuhi, mengintimidasi, bahkan menebar aib ke mana-mana. Seolah-olah dia yang paling benar, sementara orang yang dimusuhinya selalu salah. Sudah hilang rasa cinta sesama makhluk-Nya. 

Mengambil hikmah si lelaki tua di rumah sakit. Cinta kasih seperti itulah yang diinginkan dalam hidup. Cinta tanpa pamrih, mau dikenal atau tidak dikenal. Karena cinta sesungguhnya memang tidak bersifat fisik. Tapi rasa yang datang dari hati, dari sebuah ketulusan. 

Cinta si lelaki tua, menerima apa yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, dan yang akan terjadi. Memberi yang terbaik, semampu dan sebisa yang dilakukannya. 

Maka siapapun, besarkan rasa cinta kasih kepada sesama, kepada siapapun. Teruslah berbuat baik dan menebar manfaat, selagi masih bisa selagi ada waktu. Berhenti mengeluh dan bersyukurlah setiap saat. Bahwa apa yang ada pada kita memang sudah pantas, dan sesuai dengan skenario-Nya. 

Si lelaki tua di rumah sakit memberi pelajaran. Tetap berpikir positif saja. Tinggalkan mereka yang tidak membawa energi positif, jangan pesimis seperti pertanyaan petugas rumah sakit. Lebih baik fokus pada tujuan dan pilih jalan yang baik untuk melangkah. Jangan pernah lagi menengok ke belakang. Biarkan yang sudah berlalu. Jadikan kesalahan yang pernah diperbuat sebagai pembelajaran dan momen untuk memperbaiki diri. 

Setiap manusia pasti tidak luput dari kesalahan. Jangan sedih apalagi berlama-lama hidup dalam penyesalan. The show must go on, bangkit dan perbaiki diri. Untuk apa mengeluh, hanya akan membuang waktu dan menguras pikiran sendiri. Fokus pada solusi, fokus pada hari esok yang lebih baik lagi. 

Bila semua sudah realitas, mau apa lagi? Bahagia itu tidak harus memiliki segala sesuatu yang terbaik. Tapi cukup melakukan yang terbaik dengan apa yang kita miliki. Karena hidup, bukan soal meratapi badai. Tapi menarikah di atas badai. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun