Efektif Negatif Membaca Buku
Banyak orang di zaman begini, belum apa-apa sudah berpikir negatif tentang buku. Membaca buku dianggap buang-buang waktu. Segudang alasan dibikin untuk tidak mau membaca buku. Cepat bosan, tidak punya waktu, atau bilang "zaman sudah digital, ngapain baca buku manual?". Sama buku saja sudah berpikir negatif, apalagi pada orang lain.Â
Ada lagi orang pintar yang bilang. Gara-gara terlalu banyak membaca buku jadi terlalu kritis. Banyak bertanya dan banyak omong. Bila sepakat membaca buku itu menambah ilmu dan pengetahuan, konsekuensinya ya jadi kritis dan banyak bertanya. Jadi, apa yang salah dengan membaca buku? Aneh banget. Justru orang yang banyak omong dan kritis tanpa pernah membaca buku itulah yang bermasalah. Terlihat sok pintar padahal omong kosong.Â
Silakan cek di kafe-kafe, di tempat-tempat nongkrong. Justru saat ini, banyak orang berdiskusi atau ngobrol soal-sola yang tidak penting, tidak ada manfaatnya. Ngobrolin negara tanpa ilmu, ngobrol kebaikan tanpa aksi nyata. Bahkan hanya membahas isi buku di seminar tanpa mau turun ke lapangan.Â
Lihat apa yang terjadi tentang buku, tentang akses bacaan, atau apapun tentang literasi di akar rumput. Sudahlah, hari ini terlalu banyak orang-orang yang ambisius dan egois. Hanya memperjuangkan mimpi-mimpinya tanpa mau menerima realitas. Maka wajar, membaca buku dianggap membuang-buang waktu. Karena mereka sedang frustrasi dengan keadaan dirinya sendiri. Lalu buku yang disalahkan atau terpaksa membenci orang lain.
Membaca buku, di mana pun, sungguh tidak ada efektif negatifnya. Bila tidak mau menambah ilmu, membaca buku cukup diniatkan untuk mengubah kebiasaan buruk. Daripada nongkrong ngobrolin orang lain, daripada buang waktu untuk hal yang tidak penting ya lebih baik membaca buku. Agar terbiasa dengan aktivitas positif dan baik.Â
Secara tidak langsung, membaca buku itu bisa jadi resep jitu untuk mengubah cara berpikir negatif jadi positif. Mengubah sudut pandang yang sempit jadi terbuka lebar. Bahwa selalu ada jalan untuk memperbaiki diri. Selalu ada solusi di balik masalah. Bukan malah berdiam diri. Karena hari ini, berdiam diri pun tidak bebas dari prasangka buruk orang lain.
Pengalaman saya mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, sama sekali tidak ada efektif negatif dari membaca buku. Efek negatifnya hanya satu, jadi pakai kaca mata bila terlalu lama dalam membaca buku. Tapi itu pun bisa disiasati dengan memberi jeda atau istirahat saat membaca. Justru melalui buku, saya bersyukur diberi kesempatan untuk mengabdi pada masyarakat.Â
Dengan menyediakan akses bacaan, memfasilitasi taman bacaan, memotivasi anak-anak yang membaca, bahkan menjadi "tempat ngumpul" orang-orang yang mau memperbaiki diri. Bisa berkreasi membuat taman bacaan yang asyik dan menyenangkan. Bahkan lebih dari itu, buku dan taman bacaan menjadi "ladang amal" untuk semua orang. Fakta itulah yang terjadi di TBM Lentera Pustaka. Silakan datang ke kaki Gunung Salak, agar mata kepala kita terbuat tentang realitas membaca buku.Â
Jadi, bila belum mau membaca buku. Jangan bikin narasi yang menakutkan tentang buku. Buku itu sumber ilmu, sumber pengetahuan. Minimal karena buku, kita tahu cara memperlakukan orang dengan baik. Tahu cara mengendalikan diri, bukan malah memanipulasi untuk "membodohi" orang lain.Â