Sesuai UU No. 4/2023 disebutkan Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Dalam realitasnya, saat ini dana pensiun terdiri dari 1) Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yaitu Dana Pensiun yang dibentuk oleh pendiri bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban  terhadap pemberi kerja dan 2) Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yaitu Dana Pensiun yang  dibentuk oleh lembaga jasa keuangan tertentu, selaku pendiri, yang ditujukan bagi karyawan yang diikutsertakan oleh pemberi kerjanya dan/atau perorangan secara mandiri. Lembaga keuangan tertentu yang dimaksud dapat mendirikan DPLK adalah bank umum, bank umum syariah, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan asuransi jiwa syariah, manajer investasi, manajer investasi syariah, atau lembaga lain yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikoordinasikan dengan Menteri. Sebagai badan hukum yang terpisah dari pendirinya, pembentukan DPPK atau DPLK diatur dan atas persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pada praktiknya, DPPK maupun DPLK didirikan untuk mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Yaitu manfaat yang diterima oleh peserta baik secara berkala dan/atau sekaligus sebagai penghasilan hari tua yang dikaitkan dengan usia pensiun, masa kerja, dan/atau masa mengiur. Artinya, dana pensiun selalu dikaitkan dengan usia pensiun, masa kerja, dan atau lamanya menjadi peserta. Segala sesuatu yang dijalankan dana pensiun, tentunya diatur dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP ) Â sebagai peraturan yang berisi ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun bagi suatu Dana Pensiun.
Jika ditelaah lebih lanjut, DPPK dan DPLK memiliki perbedaan. Beberapa perbedaaan yang patut diketahui antara DPPK dan DPLK adalah sebagai berikut:
1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
  - Didirikan oleh pemberi kerja (Perusahaan) untuk kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban  terhadap pemberi kerja.
  - Peserta: karyawan dari pemberi kerja sebagai pendiri atau mitra pendiri.
  - Program pensiun yang dijalankan: a) Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan atau b) Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).
  - Pembayar iuran: 1) pemberi kerja/Perusahaan dan 2) karyawan.
  - Arahan investasi ditentukan oleh Pengurus.
2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)Â
  - Didirikan oleh lembaga jasa keuangan tertentu (bank umum, bank umum syariah, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan asuransi jiwa syariah, manajer investasi, manajer investasi syariah, atau lembaga lain yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikoordinasikan dengan Menteri).
  - Peserta: karyawan yang dikutsertakan pemberi kerja atau pekerja mandiri secara perorangan.
  - Program pensiun yang dijalankan: Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)
  - Pembayar iuran: 1) pekerja mandiri, 2) karyawan, dan atau 3) pemberi kerja/Perusahaan.
  - Arahan investasi ditentukan oleh Peserta.
Secara prinsip, DPPK maupun DPLK merupakan penyelenggara program pensiun. Yaitu setiap program yang mengupayakan Manfaat Pensiun bagi peserta. Nah yang penting diketahui adalah skema program pensiun yang dijalankan, yang terdiri dari 1) Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) yaitu Program Pensiun yang iurannya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun dan 2) Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) adalah Program Pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun atau Program Pensiun lain yang bukan merupakan Program Pensiun Iuran Pasti. Jadi, orientasi skema program pensiun sangat menentukan cara kerja dan operasional program pensiun, iuran pasti atau manfaat pasti. Untuk mencapai kesinambungan finansial di masa pensiun, didasarkan pada iurannya atau manfaatnya yang ditentukan?
Khusus bagi pemberi kerja atau perusahaan yang memiliki kewajiban pembayaran kompensasi pascakerja (uang pesangon), skema program pensiun menjadi penting dicermati. UU No. 6/2023 tentang Perppu Cipta Kerja Menjadi Undang-undang ditegaskan pada pasal 156 ayat 1) Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon (UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. Maka ada kewajiban pemberi kerja atau Perusahaan untuk mendanai program pensiun, dengan menyetor iuran ke dana pensiun. Sebagai kompensasi pascakerja terkait uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan atau uang penggantian hak karyawan yang berhenti bekerja, baik akibat pensiun, meninggal dunia atau di-PHK.
Maka sebagai pendanaan untuk kompensasi pascakerja, sejatinya skema PPIP menjadi lebih cocok. Karena berapapun iuran yang disetorkan ditambah hasil pengembangan selama menjadi peserta program pensiun akan terkumpul "akumulasi dana" yang dapat dikompensasikan sebagai uang pesangon atau uang pensiun karyawan. Jika akumulasi dana di PPIP kurang dari yang seharusnya (sesuai UU Cipta Kerja pasal 156), maka pemberi kerja atau perusahaan tinggal "membayarkan" kekurangannya. Sebaliknya jika skema yang dipilih di PPMP, maka pemberi kerja bertindak sebagai operator sekaligus memiliki risiko untuk memenuhi "manfaat pasti" yang dijanjikan kepada karyawan. Artinya di PPMP melekat risiko seperti 1) potensi penurunan hasil investasi yang terjadi, 2) kewajiban solvabilitas menyangkut kecukupan dana untuk membayar uang pesangon/pensiun, dan 3) kewajiban perhitungan aktuaria untuk menghitung "nilai sekarang" untuk membayar "manfaat pensiun yang akan datang" sesuai manfaat yang dijanjikan. Sekalipun di PPIP hasil investasi "belum pasti" dan risiko ditanggung peserta, namun dapat disesuaikan dengan dinamika yang terjadi. Sementara di PPMP, pengurus dana pensiun harus mengejar hasil investasi yang optimal dan apapun hasilnya, risiko ditanggung pemberi kerja. Karena sifatnya "manfaat pasti", selalu ada potensi surplus atau defisit.
Patut diketahui, tujuan pengaturan Dana Pensiun sesuai UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) adalah 1) meningkatkan pelindungan hari tua bagi masyarakat, khususnya para pekerja, 2) meningkatkan literasi dana pensiun, 3) mendorong kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan program pensiun, dan 4) mempercepat akumulasi sumber dana jangka panjang sebagai sumber utama pembiayaan Pembangunan. Maka pada dasarnya, program pensiun harus memperhatikan spirit pengelolaan dana pensiun yang 1) melindungi kepentingan peserta, 2) menerapkan tata kelola yang baik, dan 3) menerapkan manajemen risiko yang efektif. Untuk itu, pengelola Program Pensiun merupakan profesional yang wajib memiliki kompetensi dan pengalaman yang memadai. Kompetensi dan pengalaman tersebut dapat dibuktikan melalui pendidikan, pengalaman kerja, sertifikasi, training, dan sebagainya.
Dalam konteks program pensiun, bisa jadi ke depan. Bahwa "masa depan" skema program pensiun di Indonesia seharusnya ada di Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), tidak lagi Program Pensiun Manfaat pasti (PPMP). Agar ratusan juta pekerja di Indonesia lebih punya akses untuk merencanakan masa pensiun yang nyaman dan sejahtera sesuai kemampuan keuangannya atau kondisi perusahaannya. Tentu, diimbani edukasi dana pensiun yang memadai. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #ProgramPensiun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H