Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Di Balik Seminar Pensiun 2023, ke Mana Arah Harmonisasi Program Pensiun?

15 Desember 2023   08:21 Diperbarui: 15 Desember 2023   08:36 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertajuk "Harmonisasi Pensiun dan Penguatan Tata Kelola Investasi Sebagai Amanat dari UU No. 4 Tahun 2023", Kementerian Keuangan, CFA Society Indonesia, dan Prospera menggelar Seminar Pensiun Tahunan ketiga yan dihadiri tidak kurang dari 100 peserta. Dibuka bersama oleh Pahala Mansury (Wakil Menteri Luar Negeri RI sekaligus President CFA Society Indonesia), Febrio Kacaribu, Ph.D. (Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI) dan Ogi Prastomiyono (Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK), acara ini menegaskan pentingnya reformasi program pensiun yang ada sebagai amanat dari UU No.4/2023 tentang PPSK. Karena faktanya hari ini, 1 dari 2 pensiunan di Indonesia masih bekerja. Untuk itu ke depan, upaya membangun kemandirian ekonomi penduduk di hari tua sangat penting dilakukan. Apalagi Indonesia akan memasuki tren penuaanpopulasi (ageing society), di mana penduduk tua lebih banyak dari penduduk muda. Nggah bahaya tah?

Acara yang terdiri dari dua sesi: 1) Pension System Harmonization dan 2) Investment Governance Best Practice serta diikuti tanggapan dari para penelis, setidaknya ada banyak hal yang perlu dipahami dan renungkan terkait kondisi program pensiun di Indonesia setelah 30 tahun berlangsung (sejak UU Jamsostek dan Dana Pensiun tahun 1992).  Maka sebagai informasi terkait dengan data dan fakta program pensiun di Indonesia yang dapat dielaborasi ke depan adalah sebagai berikut:

1. Saat ini pekerja yang menjadi peserta program Jaminan hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan sekitar 37 juta peserta (17,6 juta aktif dan 19,5 juta non aktif), sedangkan peserta program Jaminan Pensiun (JP) mencapai 17,9 juta pekerja (14 juta aktif dan 3,9 juta non aktif).

2. Total aset program pensiun (BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, dana pensiun) per per 2022 mencapai Rp. 1.231 triliun atau setara 6,3% dari PDB. Khusus aset dana pensiun (DPLK dan DPPK) mencapai Rp. 360 triliun atau 29% dari total aset program pensiun yang ada.

3. Total aset JHT mencapai Rp. 450 triliun dan JP Rp. 154 triliun (BPJS Ketenagakerjaan) dengan jumlah peserta 18 juta pekerja di JHT dan 14 juta pekerja di JP.

4. Total aset kelolaan dana pensiun di Indonesia (per September 2023) mencapai Rp. 360 triliun dengan total peserta 4 juta pekerja yang dikelola 198 dana pensiun (DPLK dan DPPK).

5. Khusus DPLK, total aset yang dikelola per September 2023 mencapai Rp. 126 triliun dengan jumlah peserta 2,8 juta pekerja. Dari angka itu, program kompensasi pascakerja mengelola aset Rp. 32,8 triliun (26%) dengan 912 ribu peserta (32,5%) dari total aset dan peserta DPLK yang ada. Dari 15 DPLK yang memiliki program kompensasi pascakerja, ada 2.433 perusahaan yang menjadi pesertanya.

6. Berdasarkan SLIK 2022, tingkat literasi dana pensiun di Indonesia mencapai 30,46% namun tingkat inklusi dana pensiun hanya 5,42%.

7. Tingkat manfaat pensiun yang diterima pekerja di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai ilustrasi: manfaat dari program wajib (JHT-JP-Pesangon) bila bekerja lebih dari 32 tahun dengan upah terakhir Rp 5 juta, maka manfaat pensiun yang diterima hanya 9,7% dari upah terakhir atau setara Rp500 ribu/bulan. Padahal bila sesuai ketentuan harusnya mencapai  39,7% dari upah terakhir atau manfaat pensiun yang diterima harusnya setara Rp 2 juta/bulan.

8. Saat ini tingkat kepatuhan pemberi kerja atau pengusaha yang membayarkan pesangon pekerja saat berhenti pekerja, estimasi hanya 27%. Artinya, 63% pemberi kerja belum membayarkan pesangon sesuai ketentuan regulasi yang ada.

9. Maka wajar dengan kondisi program pensiun di Indonsia saat ini, faktanya 1 dari 2 pensiunan masih bekerja. Bahkan 7 dari 10 pensiunan yang ada mengalami masalah keuangan di hari tua (bila tidak mau disebut miskin) dan 9 dari 10 pekerja yang ada sama sekali tidak siap untuk pensiun atau berhenti bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun