Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan Literasi, Mungkin Hati Kita Tidak Sedang di Taman Bacaan?

24 November 2023   07:37 Diperbarui: 24 November 2023   08:12 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin hati kita tidak sedang di taman bacaan. Itu hanya kalimat introspeksi. Manakala kita membahas soal-soal literasi dan taman bacaan. Tapi sayang, hati dan tubuh kita tidak berada di taman bacaan. Literasi dan taman bacaan yang lebih banyak dibahas di aula, di hotel, di kafe, di tempat keren. Tapi tidak menyentuh substansi dan praktik di lapangan. Maka jadilah, kita lebih banyak membicarakan 'tentang' literasi. Ketimbang berbicara 'dengan' literasi itu sendiri.

Bagaimana ceritanya? Ya itu tadi. Kita lebih sering berbicara literasi dan taman bacaan. Tapi kita sendiri tidak sedang di literasi dan taman bacaan. Kita jarang ada di praktik literasi dan taman bacaan ketika lisan kita justru sering membicarakannya. Ada yang "hilang", ada yang tidak nyambung pastinya. Akhirnya, literasi dan taman bacaan hanya "indah" di ruang diskusi, di topik seminar. Tanpa ada sentuhan nyata di lapangan. Bagaimana sebenarnya praktik dan perilaku nyata literasi di lapangan?

Di kalangan profesional, ada istilah "The right man on the right place". Sesuatu akan berhasil bila orang yang tepat berada pada tempat yang tepat. Sesuai kompetensi  dan pengalamannya di lapangan. Seseorang yang mampu dan ahli (bila perlu) akan efektif bila berada di "tempat" yang tepat. Jadi, tempat atau "place" menjadi sangat penting. Agar narasi atau diskusinya dekat dengan realitas di lapangan. Maka mungkin, hati kita tidak sedang di taman bacaan. Tapi pikiran dan angan-angan kita tentang taman bacaan sangat "membabi-buta" di alam fiksi.

Sebagai introspeksi. Bisa jadi, literasi dan taman bacaan sebenarnya dikecewakan oleh harapan, keinginan, dan angan-angan kita sendiri. Kita begitu menggebu-gebu membahas literasi dan taman bacaan. Tapi di saat yang sama, hati dan tubuh kita masih jauh dari literasi dan taman bacaan itu sendiri. Literasi dan taman bacaan hanya berjaya di pikiran, di ruang diskusi, dan di tempat yang tidak pas. Inilah "PR" terbesar literasi dan taman bacaan di bumi khatulistiwa, seantero nusantara yang gemah ripah loh jinawi.

Bila sepakat, literasi dan taman bacaan adalah perbuatan. Maka mau tidak mau, realitas lapangan menjadi penting dikedepankan. Agar masalah utama literasi dan taman bacaan lebih tersentuh secara konkret. Sederhanya, kita tidak bisa menyebut "buku-buku di rak harus tertata rapi". Tanpa ada orang yang ikhlas dan mau "merapikan buku-buku di rak". Maka literasi dan taman bacaan adalah perbuatan. Sebuah keberanian untuk berbuat dan bertindak. Agar literasi dan taman bacaan mampu menjadi motivasi yang 1) bermanfaat bagi pengguna layanannya, 2) bergairah di kalangan pengelolanya, dan 3) tetap eksis di tengah masyarakatnya. 

Jujur saja, spirit itulah yang dijaga dan dipelihara di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Segala sesuatu yang jadi masalah di taman bacaan selalu dibahas oleh pendiri, wali baca, dan relawan di TBM Lentera Pustaka. Agar terlihat hati, pikiran, sikap, dan perbuatan konkret di taman bacaan. Apa masalah taman bacaan, apa masalah anak-anak, ada apa dengan buku-buku, dan sebagainya. Semuanya harus berawal dan berakhir di taman bacaan. Nongkrong di kafe-kafe, jalan-jalan dilakukan sebagai refreshing setelah semuanya berjibaku secara nyata di taman bacaan. Karena sejatinya, taman bacaan adalah perbuatan. Karena itu, taman bacaan pun butuh keteladanan. Agar anak-anak yang membaca dan Masyarakat sekitar paham bahwa TBM Lentera Pustaka diurus sepenuh hati. Ada komitmen dan konsistensi dalam menjalankan aktivitas literasi dan taman bacaan itu sendiri.

Mungkin hati kita tidak sedang di taman bacaan. Sama halnya dengan "mungkin hati kita sedang tidak menuju Allah". Karena kita lebih banyak membicarakan 'tentang' Allah ketimbang berbicara konkret 'dengan' Allah. Kita jadi jarang berbicara dengan Allah tatkala lisan kita justru sering membicarakan Allah. Berbicaralah dengan Allah, agar masalah atau hajat segera terselesaikan. Jangan hanya membicarakan tentang Allah tanpa mau berbicara langsung pada Allah. Senangkan Allah, maka Allah pun akan senangkan kita. 

Maka saat berliterasi. Pastikan hati, pikiran, dan perbuatan dekat dengan literasi itu sendiri. Agar lebih efektif dan lebih realistis. Kan katanya "the right man on the right place". Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Sumber: TBM Lentera Pustaka
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun