Satu hal yang patut dihargai dari peserta DPLK individu adalah punya kesadaran untuk menjadi peserta DPLK sekalipun memiliki karakteristik yang juga "informal'. Karena memang, tidak banyak masyarakat Indonesia yang mau menyiapkan hari tua melalui DPLK. Bisa jadi, mereka lebih senang ke bank atau reksadana, sekalipun skema programnya berbeda dengan DPLK.
Nah sayangnya, UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan telah mengatur diantaranya: Usia Pensiun Normanl (UPN) untuk pertama kali ditetapkan paling rendah 55 tahun. (Pasal 146 ayat 1) dan Usia Pensiun Dipercepat menjadi 50 tahun atau 5 tahun sebelum UPN (Pasal 158 ayat 2). Aturan ini, bisa jadi "kontradiksi" dengan karakteristik peserta DPLK individual sebagaimana dijabarkan di atas. Maka konsekuensinya, ikhtiar untuk pengembangan dana pensiun sektor informal, UMKM, milenial, dan masyarakat berpenghasilan rendah pasti terkendala. Harus ada solusi atau insentif untuk meningkatkan penetrasi dana pensiun mikro di Indonesia ke depannya.
Maka sebagai masukan konkret untuk pengembangan dana pensiun (DPLK) sektor informal, UMKM, milenial, dan masyarakat berpenghasilan rendah sangat diperlukan insentif kepesertaan DPLK untuk individual terkait 1) usia pensiun normal berhak ditentukan secara "individual" oleh si peserta sesuai tujuan keuangannya (misal untuk uang kuliah anak, untuk umroh, untuk renovasi rumah, atau untuk biaya darurat) dan 2) usia pensiun dipercepat "tetap" 5 tahun sebelum usia pensiun normal yang ditetapkan si peserta saat mendaftar. Patut dipahami, peserta DPLK individual (sektor informal, UMKM, milenial) sejatinya bukan pekerja formal dan tidak berafiliasi dengan badan usaha/pemberi kerja.
Bila masukan konkret itu diakomodasi, maka ada potensi besar kepesertaan DPLK secara individu akan tumbuh pesat sehingga mampu mendongkrak penetrasi dana pensiun di Indonesia. Di samping ekosistem IKNB yang inklusif untuk seluruh Masyarakat Indonesia sangat mungkin meningkat. Dan lagi-lagi yang tidak kalah penting adalah harus didukung oleh 1) edukasi pentingnya DPLK yang masif dan berkelanjutan dan 2) kemudahan akses menjadi peserta DPLK, misalnya melalui online atau digital.
Begitulah sedikit pemikiran tentang pentingnya "memperlakukan" peserta DPLK secara individual ke depan. Harus ada kelonggaran soal usia pensiun. Karena toh selama ini, peserta DPLK individual tidak pernah mempersoalkan "insentif pajak". Mereka tetap menjadi peserta DPLK yang loyal sekalipun tidak mendapat insentif perpajakan saat membayar iuran DPLK. Istilahnya kata mereka, "Alhamdulillah, saya sudah punya DPLK untuk hari tua nanti".
Bukan tidak mungkin ke depan, pekerja sektor informal, UMKM, dan masyarakat berpenghasilan rendah akhirnya punya dana pensiun untuk hari tuanya, untuk masa pensiunnya. Sebuah inklusi dana pensiun yang masih (maaf) jadi "mimpi" untuk saat ini. Bahkan pekerja sektor informal, UMKM, dan milenial pun masih sebata "mimpi" punya masa pensiun yang sejahtera. Selamat datang di kepesertaan DPLK individual. Kerja yes, pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #DPLKRetail #EdukasiDPLK #EdukatorDanaPensiun
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI