Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyederhanakan Bahagia Versi Pegiat Literasi

13 Juli 2023   06:10 Diperbarui: 13 Juli 2023   06:21 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang pasti ingin bahagia. Cuma sayang, banyak orang mendefinisikan bahagia tidak sederhana. Terlalu rumit atau njlimet. Bahagia kok, pengen ini pengen itu harus dipenuhi. Bahagia kok habis waktu hanya untuk urusan orang lain. Bahagia kok gemar membandingkan apapun dengan orang lain. Itu mah bukan bahagia. Tapi hidup yang dibuat sendiri jadi ribet. Opo kaya ngono bahagia, Nduk?

Bahagia itu sederhana. Saat pikiran, perasaan atau perilaku mampu senang dalam segala keadaan. Tentram lahir dan batin. Bisa menikmati apa yang dimiliki sambil tetap bersyukur. Bahwa anugerah Allah SWT sangat besar. Karena bahagia, selalu ada kebaikan dan berkah yang menghampiri. Jadi, bahagia itu ada rasa senang dan nyaman pada diri sendiri, bukan menurut orang lain.

Bahagia itu ya cukupan. Senang hatinya, jernih pikirannya, sehat tubuhnya. Kerja gembira, bersosial happy, berpikir pun positif. Oh ya, bahagia juga berani urus diri sendiri. Jangan urus hidup orang lain. Apalagi gibah, menebar aib, bahkan fitnah orang lain. Mana ada orang bahagia tapi otak dan perilakunya buruk? Jadi, sederhanakan saja bahagia. Nggak usah terlalu rumit. Apalagi ingin orang lain bertindak seperti yang kita inginkan, pasti nggak bahagia.

Mau bahagia? Gampang dan sederhana. Berbuat yang ikhlas di mana pun, bersyukur atas apa yang dimiliki, dan sabar dalam segala keadaan. Karena bahagia itu kita yang merasakan. Bukan orang lain yang ukur atau omongkan. Masih bisa jalan-jalan, mampu tertawa lepas, punya kegiatan sosial di taman bacaan, pengen beli sesuatu masih ada uangnya. Rutin sedekah, bergaul dengan kawan yang pas, dan punya waktu untuk ibadah itu contoh orang bahagia.

Seperti pegiat literasi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Bahagianya sederhana sekali. Bisa temani anak-anak yang membaca, mengajar buta huruf, bermain dan belajar calistung dengan anak-anak kelas prasekolah. Membina anak-anak yatim dan kaum jomo. Bahkan diskusi, tertawa, dan makan siang bareng sudah bahagia. Asal mau menebar kebaikan dan bermanfaat untuk orang lain sudah bahagia. Tidak ada yang dicemaskan, apalagi bikin stres. Bahagia versi pegiat literasi itu sederhana. Urus dan kelola taman bacaan dengan asyik dan menyenangkan. Jadikan TBM sebagai ladang amal,pasti sangat bahagia.


Penting bagi siapapun untuk menyederhanakan bahagia. Karena bahagia nggak melulu soal uang. Mana ada bahagia bila rezekinya dari menjual tanah orang lain? Memusuhi orang yang tidak pantas dimusuhi. Menebar aib orang lain. Bahagia kok urusannya yang jelek-jelek. Omong kosong, bahagia kayak begitu.

Apa benar tidak ada bahagia tanpa uang dan rezeki? Belum tentu benar. Karena jalan rezeki itu aneh dan unik. Sudah ada yang atur. Rezeki datang dari jalan yang kadang tidak diduga. Berharap rezeki dari si A, tapi justru datangnya dari si C atau bahkan si Z. Soal rezeki nggak usah khawatir. Rezeki tidak akan salah rumah, salah orang. Rezeki itu dijemput dengan ikhtiar-ikhtiar baik, niatnya baik dan doanya banyak. Itulah rezeki dari Allah SWT.

Rezeki itu pasti mengalir pada siapapun. Bahkan saat lalai dan berperilaku buruk pun, Allah SWT tetap memberi rezeki. Masih bisa makan, jajan, dan jalan ke mana saja. Rezeki itu cuma soal berkah atau tidak berkah. Rezeki tidak berkah pasti tidak ada manfaatnya, karena terhalang oleh harapan dan mimpi yang berlebihan. Apalagi rezeki yang dipakai untuk membenci dan memusuhi orang lain, namanya rezeki maksiat.

Rezeki itu pasti ada. Lah seekor ayam saja, pergi dalam keadaan perut kosong. Pulangnya perut terisi kenyang. Apalagi manusia? Bila percaya ada yang menghidupkqlan, pasti ada yang memberi rezeki. Hanya bedanya, ada yang gampang ada yang mencarinya ya berjalan jauh. Itu semua tergantung amal ibadahnya saja.

Maka sederhanakan bahagia. Selalu bahagia dengan rezeki masing-masing. Bahagia saat bisa bermanfaat untuk banyak orang dan bahagia ketika sehat lahir batin. Sambil tetap ikhlas, sabar, dan syukur. Bahagia itu seperti doa yang dipanjatkan.
Ya Allah, jadikanlah ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima. Insya Allah bahagia, salam literasi #PegiatLierasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Sumber: TBM Lentera Pustaka
Sumber: TBM Lentera Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun