Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Soal Rapor Anak, Kenapa Orang Tua Menuntut Anak Berperingkat di Kelas?

17 Juni 2023   23:45 Diperbarui: 17 Juni 2023   23:46 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini soal bagi rapor anak. Ternyata, masih banyak orang tua yang bertanya tentang peringkat anaknya di sekolah. Ambisi agar anaknya dapat peringkat atau juara di kelas. Mungkin lebih dari itu, tidak sedikit orang tua yang memarahi anaknya bila nilai rapor-nya jelek. Padahal, nilai rapor sekarang sudah tidak ada merahnya. Lalu, kenapa orang tua harus marah karena nilai anak jelek? Kenapa pula berambisi anaknya jadi juara di kelas?

Banyak orang tua lupa. Bahwa peringkat atau juara kelas itu hanya label. Hanya sekadar administrasi pendidikan, sebagai pemetaan pihak sekolah terhadap siswanya. Peringkat atau juara kelas itu bukan jaminan keberhasilan anak dalam belajar. Bahkan bagi saya, peringkat atau juara kelas belum tentu bermanfaat untuk anak. Sekali lagi, karena sistem peringkat hanya "label" kepada siswa dari orang lain.

Orang tua, mungkin patut memahami. Zaman begini, sudah bukan saatnya anak-anak dipaksa untuk bersaing hanya mengejar peringkat di kelas. Justru ke depan, anak-anak harus lebih diperkuat untuk berkolaborasi. Jangan salah menafsirkan kompetisi. Untuk apa bersaing untuk juara. Tapi akhirnya gaga menumbuhkan semangat kolaborasi. Belajar dan sekolah itu untuk aktualisasi diri anak, di samping memotivasi diri untuk berani berkolaborasi.

Sejatinya, rapor itu kelengkapan administrasi untuk melaporkan kemajuan belajar siswa. Bukan rujukan satu-satunya nilai kepandaian siswa. Sangat salah bila anak bersekolah hanya untuk meraih nilai rapor. Lalu lupa konsep dan makna ilmu yang dipelajarinya. Terkadang, suka kasihan terhadap anak-anak zaman now. Sekolah saja sudah dibebankan untuk meraih peringkat atau juara kelas. Padahal, sekolah itu untuk menemukan potensi diri dan mengenal dirinya sendiri secar lebih baik.

Seperti hari ini (17/6/2023), saat saya mengambilkan rapor anak, Farah Gammathirsty Elsyarif, siswa kelas 10 MA Annajah Petukangan. Saya hanya mendengarkan apa saja yang dikatakan wali kelasnya. Tentang laporan pembelajaran selama setahun ajaran. Asal anak saya mampu mengikuti pelajaran, bisa bersosialisasi di sekolah, dan punya budi pekerti sudah cukup bagi saya. Saya tidak menuntut anak punya peringkat atau juara di kelas. Belajar dan sekolah itu proses. Jadi, saya tidak mau terburu-buru atau cepat puas atas hasilnya. Karena setelah SMA, masih harus kuliah dan seterusnya. Masih panjang perjalanan anak kita. Cukup didukung dan didampingi saja si anak selama perjalanan belajarnya.

Mungkin soal bagi rapor, penting untuk orang tua. Agar tidak lagi menuntut anak meraih peringkat atau juara kelas. Apalagi memarahi kalau nilai rapor anaknya tidak sesuai harapan. Biarkan saja anak berproses di sekolah secara alamiah, Tanpa beban harus begini atau begitu. Biarkan saja anak untuk menemukan jati dirinya sendiri di sekolah. Tanpa perlu intervensi berlebihan dari orang tua.

Orang tua tidak usah gusar apalagi marah atas nilai rapor anak. Rileks saja. Karena esok, masih banyak hal yang bisa dilakukan dan dipersiapkan lebih baik untuk anak-anak kita. Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun