Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Biarkan Orang yang Meneror Anda, Sandarkan Semua kepada-Nya

9 Juni 2023   05:33 Diperbarui: 9 Juni 2023   05:55 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu kali, kawan saya bercerita. Dia mendapat teror dari "orang misterius" yang sering gonta-ganti nomor. Lalu kalimatnya, mencaci maki, menghujat, menghina, bahkan mem-bully secara fisik. Persis seperti manusia yang penuh kebencian sedang berjuang untuk ambisi dan kefrustrasiannya sendiri. Jangan ilmu, akhlak dan adab pun sudah lama diabaikan. Lalu kawan saya bertanya, apa yang harus dilakukan?

Saya pun sedikit merenung, lalu bertutur kepada kawan. Bahwa hidup di dunia yang sementara ini adalah perjalanan yang digariskan Allah SWT.  Selalu ada dua rasa: manis dan getir, lapang dan sesak, suka dan duka, nikmat dan musibah; serta sabar dan syukur. Tidak seorangpun bisa lepas dari dua rasa itu, pun untuk mereka yang dicintai-Nya. Karena sejatinya, makin tinggi anugerah dan karunia yang diberikan-Nya, maka semakin besar pula cobaannya.

Jadi atas apapun teror dan perlakuan buruk orang lain. Cukup bersabar dan bersyukur saja. Adalah hak orang lain untuk membenci dan tidak suka pada kita. Karena kita tidak pernah bisa mengontrol pikiran dan perbuatan orang lain. Kita hanya bisa mengendalikan sikap, pikiran dan perilaku kita sendiri. Bila apa yang dikatakan benar saja itu jadi gibah. Apalagi bila tidak benar maka menjadi fitnah. Untuk itu, sandarkan semua kepada-Nya. Biarkan Allah SWT yang bekerja untuk kita, utuk orang-orang zolim kepada orang lain.

Apapun yang terjadi dalam hidup, berjuanglah untuk tetap baik. Perbaiki niat, baguskan ikhtiar, dan perbanyak doa kepada-Nya. Sambil tetap sabar dan syukur sebagai "perahu" yang akan membawa seorang hamba berselancar dalam kehidupan "dua rasa" dengan bekal iman di dada. Atas sebab hadirnya sabar dan syukur itulah, Nabi Muhammad SAW menyatakan betapa menakjubkan hidup dan ihwal orang beriman. Karena semua urusannya adalah kebaikan.

Sabar dalam cobaan, musibah, dan gangguan orang lain itu baik. Selain mendapat  pahala tanpa batas, selalu dicintai-Nya, dan dibersamai Allah SWT dalam keadaan apapun. Sementara syukur, selalu membuat anugerah dan nikmat tetap melekat, kian berganda berlipat, serta menenggelamkan pemilikknya dalam Rahmat Allah SWT.

Apapun yang terjadi, hadapi dengan sabar dan syukur. Karena keduanya bukan hanya akhlak mulia. Tapi menjadi ungkapan iman yang mendatangkan ridho Allah SWT. Selain lebih sehat dan tercerahkan, sabar dan syukur mmbuktikan pemiliknya selalu mendapatkan kebaikan dan keberkahan, apapun bentuknya.

 

Dalam banyak hal, sabar juga sebentuk syukur; dalam menyambut karunia-Nya yang berbentuk cobaan, duka, nestapa, dan musibah. Begitu pula, syukur pun sebentuk sabar dalam menyambut cobaan-Nya yang berupa kesenangan, kelapangan, kelimpahan, dan canda tawa.

Maka esok, sungguh tiada ada kata henti untuk bersabar dan bersyukur. Sebab keduanya menjadi tali yang menghubungkan kita dengan-Nya. Seperti kata Umar bin Khattab, "Jika sabar dan syukur itu dua kendaraan, aku tak peduli naik yang mana. Keduanya berlintasan ridho-Nya; berjurusan surga". Pesan itu pula yang saya sampaikan kepada Farid Nabil Elsyarif, yang hari ini (Jumat, 9 Juni 2023) akan melakaukan sidang ujian skripsi di Prodi Statistika FMIPA Universitas Brawaijaya Malang. Asal sudah belajar dna ikhtiar, maka sabar dan syukur menjadi senjata terakhir. 

Untuk kawan yang bercerita atau kawan-kawan lain yang mengalami serupa. Jika hati pernah terluka dan dizolimi orang lain, maka bersabar dan bersyukurlah. Karena itu pertanda, Allah SWT akan menunjukkan hal-hal yang indah di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun