1. Akibat keinginan mengkritik yang dilandasi sikap dan pikiran negatif.
2. Akibat memberi komentar dan pendapat atas dasar emosi personal.
3. Akibat bertutur atas dorongan kebencian dan kecurigaan.
4. Akibat ambisi dan nafsu untuk memojokkan seseorang atau lawan politik yang tidak disukainya.
Atas kondisi psikologis itulah, seseorang cenderung memilih kata-kata dan diksi yang tidak santun. Ada muatan emosi dan kebencian.
Bahasa, memang sudah jadi ruang yang paling bebas dan terbuka untuk ekspresi apapun. Maka berbahasa pun tidak boleh asal jeplak, harus mampu memilih kosakata yang pas aplagi di ruang publik seperti media sosial. Dan yang terpenting, berbahasa pun harus memegang prinsip kesantunan pada setiap ujaran. Karena bahasa bukan hanya logis dan politis tapi juga harus etis. Selain menjadi alat pemersatu dan alat komunikasi, bahasa juga harus mampu mempertegas jati diri dan karakter bangsa yang baik, benar, dan santun.
Sejatinya, kata "maneh" hanya soal kesantunan berbahasa. Maka mulailah memilih sikap positif dalam berbahasa, di samping tetap menjunjung kesantunan berbahasa. Agar bahasa tidak kian terpenjara oleh pemakainya sendiri. Salam literasi #KajianBahasa #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H