Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Fenomena Citayam Fashion Week, Literasi Gaya Hidup

20 Juli 2022   07:38 Diperbarui: 20 Juli 2022   08:02 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Citayam Fashion Week lagi viral. Anak-anak muda yang nongkrong di area Dukuh Atas Jl. Jend. Sudirman Jakarta sebagai tempat catwalk. Bak peserta kontes fashion di tempat-tempat mewah. Saking viralnya, mereka disebut  remaja SCBD (Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok).

Mungkin Citayam Fashion Week bisa jadi pro kontra. Atau sebagian orang mungkin terheran-heran, kok bisa? Tempat penyeberangan jalan yang diubah menjadi catwalk, berjalan sambil memperlihatkan pakaian yang dikenakannya. Layak disebut model jalanan. Itulah realitas.

Selain sebagai ekspresi diri, Citayam Fashion Week sejatinya telah mempertontonkan tentang "realitas baru" sebagai jati diri anak-anak muda. Bahwa hidup yang bergaya itu tidak harus mahal. Pakaian itu tidak harus mewah. Apalagi merogoh kocek hingga puluhan atau ratusan juta hanya untuk tampil bergaya.

Acungan jempol pantas disematkan kepada anak-anak muda Citayam Fashion Week. Karena hampir semua pakaian yang dipakai dan diperagakan adalah barang-barang murah. Sesuai dengan kantong pribadinya. Dengan uang 30 ribu atau 50 ribu, mereka bisa tampil modis plus berkaca mata. Keren dan sah-sah saja. Bahwa bergaya dan modis itu tidak harus dengan barang mahal. Murah dan apa adanya adalah lebih baik.

Sementara di luar sana. Banyak orang ingin hidup bergaya tapi memaksakan diri. Berjiwa hedonis dan konsumeris. Padahal lebih besar pasak daripada tiang. Pengen hidup bergaya tapi tidak punya uang. Lalu berhutang atau memaksa diri hanya untuk kesenangan sesaat.

Jadi, Citayam Fashion Week harus diapresiasi. Sebagai gerakan moral untuk tampil apa adanya, tanpa perlu barang mahal untuk bisa bergaya. Citayam Fashion Week lebih dari sekadar ekspresi anak muda. Tapi sebagai gerakan untuk mengajak kembali hidup sesuai dengan kemampuannya. Hidup yang apa adanya, bukan ada apanya. Bergaya itu tidak harus mahal. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun