Pagi ini di Kaki Gunung Salak Bogor, seorang gadis remaja saat melepas jilbab. Terduduk sendiri di Rooftop Baca TBM Lentera Pustaka, seusai sarapan. Gadis cantik yang sering saya sebut "sang inspirator". Ia berkaos kuning bergaris sambil memainkan tablet-nya. Gadis remaja yang baru saja menjejakkan kaki sebagai siswa SMA kelas 10. Ia selalu menginspirasi. Maka saya pun selalu siap menjadi pendengar yang baik baginya. Atau bertanya yang baik untuknya.
Â
Seperti gunung di hadapannya, sang gadis remaja begitu alami. Selalu apa adanya. Tanpa rekayasa tanpa gincu di bibirnya. Hanya bertutur yang diperlukan, tidak pula berbicara yang berlebihan. Tentang rencana sekolah, tentang aktivitasnya bahkan harapannya. Ada rencana aksi yang ingin dijalankannya. Untu esok dan hari-hari ke depan. Apa pun yang dikisahkan, saya pun menyimak. Sambil tertegun dan berkata dalam hati. "Kok bisa, anak semuda ini berpikir elegan. Tentang dirinya, tentang masa depannya".
Â
Gadis remaja di beranda rooftop baca. Ia terlihat begitu sederhana. Tapi ia sangat mewah dalam memegang prinsip hidup. Sangat tahu apa yang menjadi prioritas dalam hidupnya. Gadis remaja yang fokus untuk sekolah, belajar dan belajar. Bukan yang lainnya, sekalipun ia bisa dan punya waktu. Ada pesan di dalamnya, "tinggalkanlah hal-hal yang akhirnya melalaikan dan jangan sia-siakan waktu untuk yang tidak bermanfaat".Â
Untuk siapa pun. Sungguh tidak ada yang bisa menyiapkan hari esok bila bukan dirinya sendiri. Sekaya dan sekuat apa pun, gadis remaja yakin. Tidak ada yang bisa menyelamatkan manusia dari kejamnya hidup di dunia bila bukan dirinya sendiri. Tentu, berkat iman dan akhlak yang baik. Dialah gadis remaja yang berani dan kuat untuk membela dirinya sendiri. Bukan perempuan seperti kebanyakan hari ini. Terlalu pandai mengeluh dan meras dirinya menjadi "korban". Tanpa mampu bersyukur dan berbuat yang baik secara nyata. Apalagi perempuan yang berani membela orang lain tanpa alasan.
Dari gadis remaja di rooftop baca hari ini, Saya selalu belajar. Untuk mensyukuri atas apa yang ada, atas apa yang dimiliki. Agar anugerah dan nikmat Allah SWT jadi terus ditambah dan bertambah. Karena sejatinya, bila hal-hal baik yang dimiliki saja tidak mampu disyukuri lalu bagaimana bisa menjalankan hari-hari dengan optimis?
Di balik sosok gadis remaja. Ada pesan penting. Bahwa apa pun kondisinya, bersikap untuk saling menguatkan dan membangun respek satu sama lain adalah lebih penting dari sikap untuk saling menghancurkan. Keluhan, amarah, dan emosi sama sekali tidak memberi manfaat sedikitpun.Â
Gadis remaja, memang selalu memberi inspirasi. Sosok yang literat, selalu berani berhadapan dengan realitas hidup. Lalu mengambil posisi untuk berpikir dan bertindak objektif. Maka menjadi manusia literat, terkadang cukup dengan obrolan sederhana. Dialog yang rileks tapi mencerahkan. Agar tidak memaksa mengejar apa yang tidak ada. Mencari yang tidak ada di depannya. Tapi menjadikan apa yang ada sebagai media untuk bersyukur dan ikhtiar yang lebih baik lagi.
Karena akhirnya, hidup bukanlah tentang berapa jumlah yang dihasilkan. Tapi seberapa besar manfaat yang diberikan untuk orang lain. Khoirunnaas anfa'uhum linnaas. Salam literasi #RooftopBaca #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H