Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bahasa Resmi ASEAN, Siapa Lebih Layak? Inilah 5 Alasannya

7 April 2022   19:14 Diperbarui: 8 April 2022   09:38 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Shutterstock.com via KOMPAS.com)

3. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional pun diperkaya oleh 718 bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia (labbineka.kemdikbud.go.id - 2022), sedangkan bahasa Melayu didukung oleh 137 varian bahasanya.

4. Secara semantik atau makna bahasa, bahasa Indonesia memiliki tingkat keterpahaman lebih tinggi daripada bahasa Melayu.

Artinya, penutur bahasa Melayu lebih mudah memahami bahasa Indonesia dibandingkan penutur bahasa Indonesia memahami bahasa Melayu. Makna harus jadi acuan penting dalam bahasa resmi suatu negara atau wilayah.

5. Dalam skala internasional, bahasa Indonesia pun menjadi studi khusus yang dipelajari di 47 negara, di samping ada 428 lembaga yang menyelenggarakan program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).

Hal ini berarti universlitas bahasa Indonesia lebih besar daripada bahasa Melayu.

Jadi, kelima alasan di atas harusnya menjadi penegas penolakan untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN. Justru, bahasa Indonesia-lah yang seharusnya menjadi bahasa resmi di Kawasan ASEAN. Sambil tetap mengakui bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Melayu memiliki akar linguistik dari bahasa Melayu yang sama.

Namun Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, tentu bahasa Indonesia dan bahasa Melayu tidak lahgi bisa disamakan. 

Sumber: Pribadi
Sumber: Pribadi
Namun usulan PM Malaysia Sabri Yakob untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, bagi saya, patut diacungi jempol. Karena beliau berhasil menjalankan peran diplomasi bahasa yang apik sehingga membuat penutur bahasa Indonesia menjadi geram atau minimal tidak menerima. 

Bahasa Indonesia dengan jumlah penutur yang ratusan juta justru abai terhadap diplomasi bahasa. Indonesia sebagai bangsa, mungkin kurang memperhatikan bahasa Indonesia sebagai identitas dan jadi diri bangsanya sendiri. 

Sementara pejabat Malaysia pun berani menulis surat resmi kepada Menlu AS dengan bahasa Melayu, di samping menggunakan bahasa Melayu dalam kunjungan ke berbagai negara. Diplomasi bahasa inilah yang harus dimainkan petinggi dan pejabat Indonesia di level internasional.

Faktanya, bahasa Indonesia memang lebih layak menjadi bahasa resmi ASEAN daripada bahasa Melayu. Apalagi bila ditinjau dari aspek historis, linguistik, hukum, dan sifat sistemik -- universalitas, bahasa Indonesia jauh lebih kokoh untuk dinobatkan sebagai bahasa resmi ASEAN. 

Tapi sayang, dari waktu ke waktu, harus diakui sepertinya perhatian pemerintah terhadap eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan nasional kian mengendur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun