Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak Indonesia, Lebih Senang Membaca Buku atau Menonton TV?

25 Maret 2022   08:08 Diperbarui: 25 Maret 2022   08:13 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era digital itu tidak selalu baik untuk anak-anak usia sekolah. Apalagi di masa pandemi Covid-19 begini. Banyak anak-anak yang menghabiskan waktu di rumah untuk menonton TV atau main gawai. Sekalipun PTM (pembelajaran tatap muka) sudah kembali normal, lalu siapa yang bisa menjamin anak-anak tidak lagi menonton TV? Budaya menonton TV inilah yang harus jadi perhatian banyak pihak.

Menonton TV bukan hanya hiburan. Tapi menonton TV pun butuh literasi. Studi Nielsen (2018) menyebut orang Indonesia mampu menghabiskan waktu menonton TV rata-rata 5 jam setiap harinya. Sementara main ponsel rata-rata 6 jam per hari. Sementara membaca buku atau berita hanya sekitar 55 menit. Artinya menonton TV dan main gawai lebih dominan dibandingkan membaca buku. Tapi sayang, tidak ada studi yang mengungkap. Berapa lama rata-rata orang Indonesia doyan ngomong? Atau membuang waktu untuk hal yang sia-sia, seperti bergunjing atau gosip? 

Sekalipun datanya relatif sudah lama, Dr. Taufik Ismail (1996) pernah meneliti soal rendahnya minat baca di kalangan pelajar Indonesia. Mulai dari level SD hingga SMA. Selama 12 tahun sekolah, pelajar di Indonesia hamper tidak pernah membaca buku. Alias tidak ada satu buku yang utuh dibaca. Sementara di Jerman dan AS lulusan SMA rata-rata mampu membaca 32 buku, di Belanda rata-rata 30 buku, di Jepang anak-anak pelajar membaca 15 buku, di Swiss 15 buku, di Rusia 12 buku, di Brunei 7 buku, dan di Singapura 6 buk. Lalu, anak-anak pelajar Indonesia di mana?

Sementara perilaku membaca kian dikebiri, justru menonton TV kian digemari. Banyak orang lupa, menonton TV pun bisa berdampak buruk. Bila tidak mau dibilang berbahaya. Sebuah studi menyebut, menonton TV dua jam sehari saja dapat membuat orang merasa gelisah. Apalagi anak-anak usia sekolah, risiko depresinya pun sangat besar. Bisa mengalami gangguan ansietas. Sebauh keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya.

 

Di Harian Media Indonesia, saya pun pernah menulis artikel tentang krisis spiritual yang ditimbulkan akibat menonton TV. Setidaknya, ada 4 (empat) krisis spiritual yang dialami seseorang akibat gemar menonton TV:

1.    Krisis informasi akibat melimpahnya informasi yang diterima tanpa ada eksekusi sehingga jadi sebab bingung dan imajinasinya terganggu,

2.    Krisis imajinasi sosial akibat banyaknya fantasi sosial yang ditayangkan tanpa mau lakukan aktualisasi diri di dunia nyata.

3.    Krisis budaya akibat ajaran gaya hidup TV yang merusak adab dan kebiasaan penontonnya sehingga menjadi inspirasi perilaku yang menyimpang.

4.    Krisis identitas akibat pengaruh tayangan yang tidak sesuai dengan realitas sehingga jkadi sebab goyah identitas, rapuhnya spiritual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun