Banyak orang pengen jadi orang luar biasa. Sukses, kaya, punya pangkat dan jabatan. Orang luar biasa dianggap berprestasi, khususnya di dunia. Segala sesuatu diukur dari pencapaian dan prestasi saja. Segalanya luar biasa dan patut diacungi jempol.Â
Maka banyak orang saat ditanya, mau jadi apa? Jawabnya, mau jadi orang luar biasa. Orang yang sukses, kaya, dan hebat di mata manusia lainnya.
Apa orang luar biasa harus sukses dan kaya?
Sama sekali bukan begitu. Orang luar biasa bukan diukur dari kesuksesan apalagi kekayaan. Karena itu semua amanah dan titipan semata.Â
Luar biasa juga tidak diukur dari popularitas. Apalagi hanya bersandar pada cita-cita yang keren. Tanpa pernah dieksekusi, hanya sebatas niat baik.Â
Entah kenapa, semua orang kok ingin jadi orang luar biasa?
Sejatinya, untuk jadi orang luar biasa itu gampang. Sering-sering saja nongol di media sosial, lalu di-like dan banyak komentar.
Luar biasa pun bisa diraih dengan berjuang seoptimal mungkin untuk dikagumi banyak orang di dunia maya. Jadi orang luar biasa di zaman begini, cukup jadi orang yang mewah dalam ucapan tapi miskin dalam Tindakan. Luar biasa!
Nyatanya, hanya sedikit orang yang mau jadi orang biasa. Saat ditanya mau jadi apa? Jawabnya cukup jadi orang biasa yang menebar manfaat dan kebaikan kepada orang lain.Â
Orang biasa, yang tidak harus hebat apalagi terkenal. Orang biasa itu sederhana dalam ucapan tapi mewah dalam tindakan. Mau terus belajar dan selalu ikhtiar menebar manfaat kepada orang lain. Agar hidupnya lebih bermakna. Khoirunnaas ana'uhum linnas. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.
Orang biasa seperti pegiat literasi di taman bacaan. Selalu berjuang untuk sediakan akses bacaan dan mau menemani anak-anak yang membaca buku di tengah gempuran era digital. Mereka yang berjuang demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat secara ikhlas.Â