Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor LSP Dana Pensiun Lisensi BNSP - Edukator Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kisah 4 Anak Cerdas di Taman Bacaan, Bukan Kata Guru atau Orangtua

17 Februari 2022   06:55 Diperbarui: 20 Februari 2022   18:35 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Setiap anak itu cerdas. Maka berprasangka baiklah kepada anak-anak. Agar tidak ada lagi kata-kata yang menyebut "anak guru kok tidak cerdas" atau "anak kampung memang bodoh".

Ketahuilah, banyak anak-anak rusak atau gagal karena kelalaian orangtuanya. Maka jangan terlalu mudah berkata buruk kepada anak-anak. Bila akhirnya mempersulit masa depan mereka. Percayalah, setiap anak itu cerdas!

Setiap anak itu cerdas, baik di kampung maupun di kota. Hanya saja kecerdasan anak berbeda-beda. Sekalipun saudara sekandung. Karena tiap anak punya ciri dan kemampuan yang tidak sama.

Maka, jangan banding-bandingkan mereka. Apalagi disuruh seperti ayah atau ibunya. Kecerdasan anak itu beragam sekaligus unik, masing-masing tidak sama.

Suatu kali di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Di papan tulis digambarkan sebatang pohon kelapa. Lalu, salah satu buahnya jatuh. Ada pertanyaan sederhana untuk anak-anak.

"Apa yang kamu lakukan saat melihat buah kelapa itu jatuh, apa yang dilakukan?" demikian pertanyaannya.

Ada 4 anak yang menunjuk tangan. Dengan antuasias mereka siapkan jawaban atas kejadian buah kelapa yang jatuh di depan matanya.

Anak pertama menjawab bahwa buah kelapa jatuh dari ketinggian 14 meter. Dia menghitung menentukan sudut dan mengira berat kelapa di secarik kertas dengan rumus matematika dan fisika yang diketahuinya.

Apakah anak ini cerdas? Iya, anak yang cerdas secara akademik.

Selanjutnya anak ke-2 menjawab, akan memungut buah kelapa yang jatuh dan membawanya ke pasar untuk dijual ke pedagang laku Rp 3.000.

Apakah anak ini cerdas? Iya, anak yang cerdas secara finansial.

Lalu anak ke-3 lain lagi, dia menjawab akan mengambil dan membawa keliling sambil menanyakan, pohon kelapa itu milik siapa? Buah kelapanya jatuh dan saya mau kembalikan kepada yang punya pohon.

Apakah anak ini cerdas? Iya, anak yang cerdas secara karakter,

Dan akhirnya anak ke-4 pun menjawab dia mengambil buah kelapa kelapa yang jatuh dan memberikan kepada seorang bapak yang sedang kepanasan di pinggir jalan untuk diminumnya.

Apakah anak ini cerdas? Iya, anak yang cerdas secara sosial.

Cerita di atas sangat jelas membuktikan, bahwa setiap anak itu cerdas. Anak ke-1 punya kecerdasan akademik. Anak ke-2 punya kecerdasan finasial. Anak ke-3 punya kecerdasan karakter. Dan anak ke-4 punya kecerdasan sosial.

Sekali lagi, setiap anak punya kecerdasan-uniknya masing-masing. Tidak sama antara anak satu dengan anak lainnya.

Tapi sayang hari ini, banyak guru atau orangtua hanya menilai kecerdasan anak hanya dari satu sisi saja. Hanya "kecerdasan akademik", sebagai ukuran cerdas atau tidaknya anak.

Sumber: TBM Lentera Pustaka
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Orangtua dan guru sering lupa. Kecerdasan anak bukan hanya nilai rapor. Bukan pula sebatas nilai ulangan di sekolah. Apalagi menuding siswa IPA lebih pintar daripada siswa IPS yang kini di kurikulum "Merdeka Belajar" sudah tidak ada lagi.

Maka dari itu hargailah kecerdasan setiap anak. Biarkan mereka meraih kecerdasan dalam hidup dengan caranya sendiri, sesuai potensi dan kemampuannya. Entah cerdas secara akademik, finansial, karakter atau sosial.

Prinsip kecerdasan universal inilah yang diajarkan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak yang kini menjadi tempat membaca buku 130 anak pembaca aktif usia sekolah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya).

Seminggu 3 kali membaca dan kini rata-rata mampu membaca 3-8 buku per minggu per anak.

Selain jadi tempat baca, taman bacaan cukup menjadi tempat untuk setiap anak mengenal potensi dirinya sendiri melalui buku bacaan. Karena setiap anak itu unik dan cerdas. 

Jangan lagi menilai anak hanya dari kecerdasan akademik. Karena sejatinya, setiap anak pasti cerdas sesuai potensinya masing-masing.

Bangun optimisme dan semangat pada diri anak. Agar, dapat mengarungi lautan kehidupan di masa depannya. Tanpa bantuan orangtua atau guru sekalipun. 

Karena anak cerdas bukan karena tudingan orangtua. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun