Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Wadas hingga JHT, Harap Tenang Jangan Gaduh

13 Februari 2022   06:48 Diperbarui: 13 Februari 2022   06:50 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JHT baru bisa cair saat usia 56 tahun ribut. Desa Wadas menolak tambang meradang. Ceramah KDRT di-bully ramai-ramai. GP di Mandalika pun trending. Selalu ada saja di negeri yang menyita perhatian. Serba gaduh, atas nama kepedulian. Sementara omicron terus menggila, makin banyak yang terpapar. Berbeda dengan Swedia yang akhirnya mengumumkan pandemi Covid-19 sudah "game over" di negaranya. Apa hikmahnya?

Harap tenang, jangan meradang. 

Namanya hidup, ya pasti selalu ada banyak peristiwa. Ada yang bikin takut, ada yang bikin jengkel. Mengundang perhatian lalu trending di media sosial. Makin resah-gelisah. Lalu gaduh nasional, berisik. Tentu, sangat manusiawi. Masalahnya, apa ada masalah dapat selesai dengan kegaduhan? Harap tenang, jangan meradang.

Harap tenang. Tenanglah sedikit. Jangan terlalu gaduh. Jangan semua hal dipusingkan. Apalagi sampai mengundang amarah dan kebencian. Sudahi caci-maki dan hujatan yang tidak perlu. Masalah itu fakta, tinggal bagaimana menyikapinya. Harap tenang dan fokuslah pada jalan keluar. Bukan fokus pada masalahnya. Katanya, semua yang terjadi sudah atas kehendak-Nya? Harap tenang ya.

Aneh, zaman makin maju teknologi makin canggih. Tapi manusianya makin tidak tenang. Gerabak-gerubuk, cepat gelisah lagi emosional. Reaktif terhadap masalah, tanpa memberikan solusi. Bila terjadi masalah dianggap "kiamat". Seakan-akan, esok pagi matahari tidak terbit lagi?

Masalah itu pasti ada, pasti terjadi. Soal apa pun, tentang siapa pun. Memang bikin pusing. Tapi tidak perlu juga dijadikan beban yang berlebihan. Sampai-sampai bikin pikiran dan perasaan kalang kabut. Akhirnya jadi "stress nasional" dan berdampak negatif. Untuk diri sendiri dan bangsanya sendiri. Untuk apa begitu? Maka sekali lagi, harap tenang.

Entah, kenapa sih susah tenang? Atau berdiam diri sejenak, untuk merenung? Tiap ada masalah selalu jadi momen untuk menebar kebencian yang akut. Mumpung salah, jadi momen menyalahkan siapa pun yang tidak disukainya. Gaduh terus-menerus, bak sinetron berseri yang tidak ada habis-habisnya. Segala kejadian kok dikomentarin, dicelotehin. Aneh, mengaku otak jenderal tapi sikapnya kayak kopral. Terus bila orang lain salah, apa kamu pasti benar? 

Manusia zaman digital memang aneh. Atas nama kepedulian, semuanya dikomentarin. Tiap ada masalah, pikiran buruknya hanya ingin mengumbar keburukan. Sementara tanggung jawab untuk menyelesaikan maslaah diabaikan. Masalah kok dijadikan momen untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Lupa ya, semua masalah yang terjadi itu sudah atas izin Allah SWT. Lalu, kenapa manusia ingin campur tangan urusan Allah? Harap tenang.

Adalah fakta zaman now, banyak orang tidak bisa tenang. Prasangkanya berlimpah. Penyakit hatinya kambuhan. Selalu menanti momen untuk mencaci-maki musuhnya. Menunggu lawannya berbuat salah. Karena di pikiran orang-orang yang tidak bisa tenang. Siapapun boleh berhasil, boleh sukses asal bukan musuhnya. Aneh banget, orang yang tidak bisa tenang. 

Berbeda dengan taman bacaan dan pegiat literasi. Justru ketenangan-lah yang jadi "senjata andalan". Untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Menyediakan akses bacaan ke anak-anak. Agar taman bacaan jadi tempat teduh. Agar tumbuh generasi yang lebih tenang. Agar lebih banyak bertindak baik, bukan berucap buruk. Di taman bacaan, tiap masalah selalu dihadapi secara literat. Dipahami sebagai realitas untuk disikapi dengan bijak dan dicarikan solusinya. Bila koleksi bukunya kurang, maka dicarikan donator buku. Agar buku-buku bacaan kian bertambah. Pembaca pun jadi semangat.

Apa pun masalahnya, harap tenang. Tidak usah panik apalagi banyak komentar. Karena semua yang terjadi sudah dalam kehendak-Nya. Manusia hanya diminta mengambil hikmahnya. Lalu ikhtiar dan doa yang baik. Tetaplah bertindak baik. Untuk menebar cinta, bukan menabur benci. 

Harap tenang lalu sabarlah. Mulailah bersahabat dengan realitas. Jangan terlena pada harapan. Fokuslah pada solusi, bukan masalah. Gunakan hati, bukan hanya logika. Siapa pun sangat boleh gundah lagi resah. Tapi siapa pun harus tetap tenang menyikapinya. Jangan gaduh, apalagi gibah. Jadilah literat! Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun