Nrimo itu "menerima". Kata yang sederhana. Tapi tidak banyak orang yang mampu menerima. Apa pun yang terjadi pada dirinya. Nrimo berarti bersedia menerima segala pemberian, segala keadaan. Karena sejatinya, semua yang terjadi sudah dikehendaki-Nya. Untuk lebih ikhlas atau lapang hati dalam hidup. Nrimo adalah akhlak yang terpuji.
Tapi sayang, hari ini tidak sedikit orang yang gagal menerima keadaan. Sulit menerima realitas yang terjadi. Logikanya terlalu tinggi, daya tolaknya kuat. Maka pikiran dan perilakunya jadi penuh sentimen dan emosional. Maraknya hoaks, gibah, benci, dan iri jadi bukti tidak adanya sikap menerima. Ogah nrimo, begitulah kira-kira bahasa orang kampungnya.
Omicron merajalela, PPKM kembali diterapkan. Bekerja dan kuliah "dipaksa" dari rumah. Realitas itu harus diterima. Jangan dilanggar atau dilawan. Agar bisa nrimo, apa pun keadaan yang terjadi. Sekaligus momen untuk melatih sikap sabar dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Karena tidak ada perbuatan sekecil apapun yang tidak ada akibatnya. Bisa baik atau buruk, positif atau negatif, bahkan lebih atau kurang memang harus diterima.
Terkadang, harapan memang berbeda dengan kenyataan. Tidak semua yang diinginkan bisa dicapai. Tidak semua yang dipikir baik oleh kita itu baik untuk orang lain. Maka dibutuhkan sikap nrimo. Agar lebih legowo dan tetap bersyukur atas segala keadaan.
Ketahuilah, apa pun yang terjadi di dunia dan pada manusia. Sudah atas izin Allah SWT dan pasti baik. Maka konsekuensinya, si manusia pasti sanggup menjalaninya. Karena ujungnya, pasti ditolong Allah SWT. Alam pun bertindak sangat adil. Karena yang terjadi, sudah pantas untuk kita. Tinggal si manusia, mau jadi lebih baik atau lebih buruk,Â
Memang tidak semua orang bisa menerima keadaan. Kurang berjiwa besar. Â Karena pikirannya terlalu besar, level psikologisnya terlalu percaya diri. Selalu ingin mengejar mimpi-mimpinya tercapai. Sehingga gagal menerima realitas dan lupa bersyukur atas apa yang dimilikinya.
Seperti aktivitas di taman bacaan. Apa yang dilakukan pegiat literasi dalam menegakkan tradisi membaca. Itu pun realitas dan harus diterima. Karena taman bacaan bisa jadi jalan hidup. Tidak usah merasa takjub. Karena taman bacaan adalah jalan kebaikan. Maka bila tidak bisa membantu ya cukup diam atau mendoakan. Tidak perlu cari alas an, omong sana-omong sini yang mengundang dosa. Lalu bikin fitnah, gibah atau gosip yang tidak penting.Â
Â
Banyak orang lupa. Doa terbaik itu ya perbuatan baik yang dilakukan, Bukan doa yang dituturkan tapi pikirannya selalu buruk. Tanpa pernah melakukan kebaikan sekecil apa pun yang bermanfaat untuk orang lain. Pergilah ke taman bacaan, agar tahu apa yang dilakukan kepada orang lain?Â
Tidak semua yang Anda pikir baik itu baik untuk orang lain, Maka harus nrimo, bersedia menerima. Jalani realitasm bukan memperkuat daya tolak. Agar energi tidak habis untuk hal-hal yang negatif. Apalagi memupuk kebencian yang tidak pernah berakhir. Â Untuk apa tidak nrimo?