Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sepenggal Cerita Taman Bacaan dari Pegiat Literasi di Kaki Gunung Salak

3 Februari 2022   23:01 Diperbarui: 3 Februari 2022   23:05 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada taman bacaan, dari sejak berdiri hingga sekarang, seperti hidup segan mati tak mau. Koleksi bukunya sangat terbatas. Bangunannya pun sederhana. Ke sana ke mari, mencari donatur buku sulit sekali mendapatkannya. Apalagi donatur untuk biaya operasional, boro-boro katanya. Pengelolanya pun sudah hampir frustrasi. Mau diteruskan atau tidak taman bacaannya? Tapi di sisi lain, anak-anak yang mau membaca banyak. Lingkungannya pun sangat mendukung. Sampai sekarang tetap eksis walau engap-engapan. Taman bacaan ini, ada anak tapi tidak ada buku. Banyak cobaan dan rintangannya.

Ada lagi taman bacaan, justru koleksi bukunya banyak. Ribuan buku tersedia, dan banyak donatur. Berjajar di rak-rak buku seperti perpustakaan. Tapi sayang, anak-anak yang mau membacanya sedikit. Lingkungannya apatis, sulit disadarkan akan pentingnya anak membaca buku. Belum lagi pengelolanya harus bekerja setiap hari. Sesampai di rumah sudah Lelah. Akhirnya taman bacaannya kadang buka, kadang tutup. Karena anak-anak yang membaca pun sedikit. Sampai sekarang taman bacaannya masih eksis. Tapi sepi dan tidak ada aktivitas literasi yang semarak.  Taman bacaan ini, ada buku tapi tidak ada anak. Selalu ada kendala dan belum ada obatnya. Harus bagaimana ke depannya?

Ada pula taman bacaan, seperti TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Koleksi bukunya banyak, lebih dari 10.000 buku. Anak-anak yang membaca pun banyak, ada 130-an yag berasal dari tiga desa. Aktivitas literasinya pun selalu ada, bisa 3 event per bulan. Biaya operasionalnya pun diperoleh dari sponsor CSR setiap tahunnya. Pengelolanya tiap minggu dating dari Jakarta ke Bogor, hanya untuk mengurusi taman bacaan. Sementara lingkungannya apatis, merasa bodo amat terhadap aktivitas membaca. Taman bacaan berjuang sendiri bersama 5 wali baca dan 18 relawan yang ada. Taman bacaan ini, komitmen pengelolanya sepenuh hati tapi lingkungannya yang apatis. Butuh kerja keras dan konsistensi untuk memelihara taman bacaan agar tetap eksis.

Jadi, taman bacaan di mana pun pasti ada saja kendalanya. Entah koleksi buku bacaan yang sedikit, atau jumlah anak pembaca yang sedikit. Ada juga komitmen pengelola yang sepenuh hati atau setengah hati. Taman bacaan pun ada yang didukung masyarakat dan lingkungannya, ada pula yang tidak didukung masyarakat dan lingkungannya. Semua cerita itu bisa terjadi dan ada di taman bacaan. 

Yah seperti manusia pada umumnya. Taman bacaan pun selalu ada kendala dan rintangan. Itulah tanda bahwa taman bacaan tidak ada yang sempurna. Karena kesempurnaan memang bukan milik manusia, bukan pula milik pengelola taman bacaan. Semua yang terjadi di taman bacaan, sejatinya mengajarkan para pegiat literasi, relawan dan masyarakat. Bahwa Allah SWT itu Maha Adil. Ada plus ada minus, ada lebih ada kurang di taman bacaan. Hal yang lazim terjadi di taman bacaan.

Apa yang terjadi di taman bacaan, sulit atau mudah. Berat atau ringan menjalaninya adalah fakta. Tinggal bagaimana pengelola dan pegiat literasi menyikapinya. Mau terus berjuang atau berhenti, menegakkan tradisi baca dan budaya literasi masyarakat? Apa pun yang terjadi, akan lebih baik diambil hikmahnya. Agar menjadi energi dan motivasi dalam menetukan taman bacaan sebagai "jalan hidup kebaikan". 

Sangat tidak mungkin, taman bacaan selalu dipayungi kebaikan melulu. Tidak mungkin pula taman bacaan di mana pun sempurna. Selalu ada masalah, ada kendala. Sebagai ujian dan cobaan dalam ber-literasi. Mampu atau tidak mengatasinya? 

Satu hal yang pasti. Taman bacaan di mana pun harus terus berjuang. Ikhtiar dan doa yang baik, hingga datang pertolongan Allah SWT. Sambil tetap bersyukur dan istiqomah dalam segala keadaan.

Literasi memang tidak mudah. Jadi manusia yang literat pun tidak gampang. Maka wajar, mengelola taman bacaan pun sulit. Agar tetap ada tangis dan doa dari orang-orang taman bacaan kepada Allah SWT. Karena bila semua kebaikan sudah didapatkan taman bacaan, bisa jadi orang-orang taman bacaan tidak mau lagi memohon kepada-Nya.

Namanya literasi, itu berarti hidup dan taman bacaan pun seperti pelangi. Semakin berwarna semakin indah. Semakin banyak cerita yang bisa disajikan dari taman bacaan.

Maka perbaiki terus ikhtiar kita di taman bacaan. Untuk menebar kebaikan dan manfaat kepada banyak orang. Bila taman bacaan jadi jalan hidup. Maka insya Allah, taman bacaan adalah jalan hidup di dunia untuk menunjang kehidupan di akhirat. Itulah spirit taman bacaan. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun