Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Taman Bacaan di Kaki Gunung Salak, Terus Berjuang Demi Tegaknya Tradisi Membaca

19 Januari 2022   06:39 Diperbarui: 19 Januari 2022   06:49 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Satu hal yang patut disyukuri. Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka terletak di kaki Gunung Salak Bogor. Lokasi taman baca ini tidak pernah diminta. Tapi prosesnya terjadi begitu saja. Karena sudah dikehendaki-Nya. Tadinya rumah istirahat, kini berubah jadi taman bacaan. Tentu, semua ada prosesnya.

Lalu, apa maknanya bila taman bacaan berada di kaki Gunung? Ada banyak makna yang bisa dijadikan pelajaran. Karena gunung itu tempat awal dan akhir dari keindahan alam yang hakiki. Adalah gunung, satu-satunya objek di dunia ini yang selalu lebih jauh, lebih tinggi, dan lebih sulit dari kelihatannya. 

Maka siapapun, saat mendaki gunung, diminta tunduk saat mendaki dan tegak ketika menurun. Seperti itulah seharusnya taman bacaan dan pegiat literasi dalam berkiprah sosial. Semua akan terlihat lebih sulit dari realitas. Maka dibutuhkan komitmen, konsistensi, dan sikap sepenuh hati saat ber-literasi.

Banyak orang lupa. Gunung sama sekali tidak pernah minta untuk didaki. Gunung tidak minta dikabuti dan disinari. Apalagi ditaklukkan. Hanya manusia angkuh yang merasa telah menaklukkan gunung. Untuk apa gunung ditaklukkan? Manusia lupa, gunung itu diam bukan karena tidak ada pilihan. Tapi karena ia tidak mau merusak apa yang sudah baik di alam semesta selama ini.

Maka siapa pun yang mendaki. Bukanlah gunung yang ditaklukkan. Melainkan ia sedang menaklukkan dirinya sendiri. Dari kesombongan, keangkuhan, dan ketidakberdayaan hidupnya sendiri.

Seperti gunung pula, taman bacaan bekerja. Saat telah memulai pendakian, jangan pernah melihat ke bawah. Apalagi ke belakang. Karena puncak gunung sebagai tujuan akan sulit digapai bila terlalu banyak menengok ke belakang dan menunduk ke bawah. 

Maka taman baca pun harus berdiri tegak saat bertekad mencapai tujuannya. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Dakilah gunung agar Anda bisa melihat dunia, bukan agar dunia bisa melihat Anda.

Semakin tinggi Anda mendaki gunung, maka semakin kencang angin bertiup. Semakin maju tan bacaan Anda, maka akan semakin banyak orang yang tidak suka. Bila Anda paham taman bacaan adalah ladang amal dan tempat perbuatan baik. Itu bukan berarti semua orang senang. Pasti ada orang-orang jahat yang tidak senang. 

Mulai dari memfitnah, memusuhi, menggibahi, bahkan melarang anaknya untuk membaca di taman bacaan. Itu sudah biasa dan jadi bukti tidak mudahnya jadi pegiat literasi. Harus tahan banting dan bermental baja. Bila tidak, siapapun kan tersungkur seketika. 

Alias taman bacaannya "mati suri". Gunung selalu mengajarkan siapa pun. Bahwa tidak semua hal di dunia ini dapat dijelaskan secara rasional. Seperti tidak semua hal baik yang dilakukan bisa disenangi orang lain.

Jadi seperti itulah gunung, sama dengan manusia. Semakin banyak Anda tahu, semakin sedikit Anda takut. Semakin sering didaki, semakin banyak medan terjal yang harus dilalui. Taman bacaan pun begitu. Semakin banyak anak-anak yang membaca, semakin banyak orang yang tidak suka. 

Semakin maju taman bacaan Anda, maka iri dan benci pun semakin menyeruak. Tapi ingat, gunung dan taman bacaan sama-sama membutuhkan energi yang kuat dan semangat yang selalu baru.

Realitas itulah yang dialami TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Setelah 5 tahun berdiri, tidak kurang dari 250 orang jadi pengguna layanannya dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya). 

Ada 11 program literasi yang dijalankan seperti taman bacaan, gerakan berantas buta aksara, kelas prasekolah, TBM ramah difabel, koperasi Lentera, yatim binaan, jompo binaan, donasi buku, literasi finansial, literasi digital, dan literasi adab. Hingga kini terus berjuang, demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.

Dan akhirnya yang paling penting, mendaki gunung dan berkiprah di taman bacaan selaku mengajarkan siapapun. Untuk memahami dan belajar cara merendahkan keangkuhan, memperkecil kesombongan. Hingga terkuak siapa yang menjadi kawan dan lawan. Karena di gunung dan taman bacaan, semua orang pasti gagal untuk bermuka dua. Gagal untuk ada apanya, hanya mampu apa adanya saja.

Ada pelajaran literasi dari taman bacaan di kaki gunung. Untuk tidak perlu berprasangka buruk pada gunung. Tidak perlu memusuhi taman bacaan. Karena gunung dan taman bacaan tahu cara menghancurkan dirinya sendiri, bila tiba waktunya. Maka jagalah dengan baik, jangan sampai gunung marah dan benci. Agar gunung tidak menghancurkan segalanya. Salam literasi. #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun