Entah mengapa hari ini? Soal apa saja, kok makin banyak orang berprasangka buruk. Apa saja dipersoalkan. Digibahi, diomongin. Hingga direkayasa cerita, seolah-olah oranh lain salah. Hanya dia yang benar. Makin banyak saja orang yang gemar mencari salah orang lain. Makin doyan mengumbar aib. Makin senang ngomongin jeleknya orang lain. Alasannya sederhana, gemar berprasangka buruk. Padahal, dirinya sendiri belum baik.
Katakanlah, aku tidak lebih baik dari dia. Sungguh, itu hanya kalimat reflektif, kalimat renungan. Untuk menyatakan bahwa aku tidak lebih baik dari orang lain. Bahwa aku, bukan siapa-siapa juga bukan apa-apa. Agar aku tidak menuduh atau menghakimi siapapun, atas alasan apapun.
Aku tidak lebih baik dari dia. Lalu mengapa, kita mudah bilang "dia salah, orang lain salah. Dan cuma aku yang benar." Kalo di agama, itu namanya tajassus; mencari yang jelek-jelek dari orang lain.
Apa gara-gara mau beda pilihan politik? Atau karena kebencian yang akut. Atau sifat kepo yang berlebihan. Jadi mau tahu urusan orang lain. Sok perhatian sama orang lain. Atas nama pergaulan. Mendadak peduli, mendadak paham etika, mendadak ngerti segalanya, mendadak jadi hakim, mendadak jadi ahli agama. Kemarin-kemarin kok gak begitu. Kenapa baru sekarang? Ngeri-ngeri sedap juga kalau begitu.
Sungguh, aku tidak lebih baik dari dia.
Perhatian itu bagus. Peduli itu keren. Asal fokusnya pada kebaikan, pada kemaslahatan bersama. Bukan pada kepentingan sesaat, bukan pada sekelompok golongan. Apalagi perhatian lagi peduli pada keburukan orang lain. Perhatian untuk mencari aib orang, lalu mengumbar kemana-mana.Â
Ngeri kali, kalo kepedulian kita kemudian "berubah" hanya untuk mencari salah orang lain, berubah untuk menebar kebencian. Menghasut lalu menghujat karena nggak suka orang lain punya kelebihan. Alhasil, kita hari ini menjadi makhluk yang paling tidak bisa menerima perbedaan. Kalo gak bisa sama, kenapa nggak boleh berbeda?
Aku tidak lebih baik dari dia. Karena tiap orang pasti punya kekurangan, pasti punya kelebihan. Tiap orang pasti bisa menang, pasti bisa kalah. Tiap orang pasti bisa benar, pasti bisa salah. Tiap orang boleh ganteng, boleh jelek. Tinggal kita saja, mampu atau nggak untuk menyelaraskannya.
Kadang kita suka lupa, di suatu saat di suatu waktu. Berbangsa, bermasyarakat itu nggak melulu bicara "bagaimana orang lain memahami kita". Tapi kadang butuh juga ikhtiar "bagaimana kita memahami orang lain".
Aku tidak lebih baik dari dia.
Tapi kenapa kita jadi nggak rela untuk berbaik sangka kepada orang lain. Kenapa kita nggak mau berpikir positif buat orang lain. Kenapa ayo kenapa? Tentu, kita boleh banget mengkritik, boleh banget mengeluh, boleh banget menyalahkan. Tapi di saat yang sama, kita juga harus bersedia memahami dan memaafkan orang lain. Atas dasar ikhlas dan tulus.
Rasulullah SAW mengajarkan pada kita, "Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara."