Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Pegiat Literasi, Bila Tidak Sama Kenapa Tidak Boleh Beda?

6 Desember 2021   17:31 Diperbarui: 6 Desember 2021   17:50 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhasil setelah berjalan 5 tahun ini, TBM Lentera Pustaka pun akhirnya telah menjalankan program literasi yang variative sebagai sentra pemberdayaan masyarakat. Untuk mewujudkan masyarakat yang litera. Program literasi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka antara lain: 1) TABA (Taman BAcaan) dengan 160 anak yang rajin membaca seminggu 3 kali (Rabu-Jumat-Minggu) dan berasal dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya), 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar buta huruf, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 4) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 5) KOPERASI LENTERA dengan 31 ibu-ibu anggota koperasi simpan pinjam, 6) YAtim BInaan (YABI) dengan 14 anak yatim, dan 7) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 kaum jompo yang dibina.  

Sumber: TBM Lentera Pustaka
Sumber: TBM Lentera Pustaka

 

Di era digital, perbedaan adalah hal yang mutlak. Tinggal bagaimana menyikapinya. Pilihan politik berbada, partai berbeda. Paham beda, pikiran beda, karya beda, rasa pun beda. Apalagi perilaku pasti berbeda. Lalu, kenapa harus memaksa untuk sama? Katanya perbedaan adalah rahmat. Jadi bila tidak sama, kenapa tidak boleh beda?

Ini hanya anekdot, antara aru dan air. Batu itu lebih senang bertabrakan dan saling menendang saat ia disatukan. Lain halnya dengan air yang cenderung harmoni dan saling mengisi saat menyatu. 

Maka, banyak orang pintar saling berdebat, berbantahan, dan bahkan berkelahi ketika berkumpul terutama karena kepalanya dibuat membatu oleh kepintaran-kepintarannya. Merasa paling benar dan kerjanya menyalahkan orang lain yang berbeda dengannya. 

Maka jelas, hari ini dan esok, bangsa Indonesia bahkan taman bacaan hanya butuh lebih banyak orang-orang selentur air. Ketika berkumpul mau dan mampu saling mengisi. Berbeda dengan batu yang bermodalkan kekerasan dan bertahan. Jangan lupa, pada akhirnya air dengan segala kelembutannya mampu melubangi kerasnya batu. Bila tidak sama, kenapa tidak boleh beda?

Sejatinya dalam hidup, dalam ber-organisasi. Siapapun tidak bisa mengontrol apapun yang mau dilakukan orang lain. Karena siapapun bebas bertindak apapun kepada siapapun. Mau menyenangkan atau merugikan, mau suka atau tidak. Manusia yang literat itu hanya bisa menerima dan mengambil hikmahnya. Hanya bisa mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi.

Nah paling terakhir. Bila sudah beda sikap beda kelakuan. Maka jangan lupa, sebagai manusia ada anjuran untuk sabar. Sabar dalam menerima perlakuan orang lain. Sabar dalam ikhtiar dan sabar dalam menerima keputusan apapun. Enak atau tidak enak ya sabar. Karena sejatinya, "Sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal soleh. 

Yaitu mereka yang sabar dan mereka yang berserah diri bulat-bulat kepada Tuhannya." (QS Al-Ankabut, 58-59). Jadi soal apapun. Bersabarlah. Karena semua yang terjadi dan semua yang ada di depan mata itu sudah dalam kehendak-Nya. Jika ikhtiar baik sudah, doa baik sudah. Maka sisanya hanya bersabar. Biarkan Allah SWT yang akan bekerja untuk kita.

Bila tidak sama, kenapa tidak boleh beda? Tetaplah bersikap objektif dalam hal apapun. Apalagi saat menjadi pegiat literasi dan relawan taman bacaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun