Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tuan Guru Syarif: Kenali 4 Sebab Minimnya Kompetensi Guru

25 November 2021   15:12 Diperbarui: 25 November 2021   15:36 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obrolan tentang guru di Indonesia, bisa jadi tidak akan ada habisnya. Berhasil atau tidaknya pendidikan dianggap ada di pundak guru. Mampu tidaknya kurikulum diterjemahkan dalam satuan pembelajaran pun ada di tangan guru. Keberhasilan siswa di kelas pun katanya tanggung jawab guru. Belum lagi ekspektasi orang tua dan masyarakat yang sangat tinggi kepada guru. Maka guru lagi, guru terus, dan guru melulu.

Guru, memang bukan soal sederhana. Walau guru bukan pula sosok yang kompleks. Sejatinya, guru yang mendidik siswa, guru yang mampu mengembangkan potensi dan kreativitas siswa. Tapi guru di era digital, pasti tidak berdaya bila tidak didukung kompetensi yang memadai. Kompetensi guru yang profesional secara kepribadian dan sosial, di samping kompetensi pedagogik dalam menjalankan tugas pengajaran.

Mau tidak mau, guru hari ini. Harus memiliki kualifikasi akademik keguruan yang tidak bisa ditawar lagi. Guru yang berani melibatkan diri dalam program peningkatan kompetensi pembelajaran (PKP). Dan yang terpenting, guru yang terus-menerus mau meningkatkan kompetensi, khususnya kompetensi pedagodik dan inovasi pembelajaran berbasis digital. Bukan guru yang aktif di media sosial tanpa mau berbenah diri. Karena tanpa kompetensi, guru di era digital akan sulit mengelola kelas dengan optimal.

Menyoal kompetensi guru, setidaknya ada 4 (empat) penyebab minimnya kompetensi guru di lapangan, yaitu:

1. Ketidaksesuaian disiplin ilmu dengan bidang ajar (miss-match). Masih banyak guru di sekolah yang mengajar mata pelajaran yang bukan bidang studi yang dipelajarinya.

2. Kualifikasi guru yang belum setara sarjana. Konsekuensinya, standar keilmuan yang dimiliki guru menjadi tidak memadai untuk mengajarkan bidang studi yang menjadi tugasnya. Tentu, sarjana pendidikan yang memiliki pengetahuan tentang aspek pedagogik.

3. Program peningkatan keprofesian berkelanjutan (PKB) guru yang mini. Guru yang terlalu enak mengajar lalu mengabaikan pengembangan diri  dan peningkatan kompetensi. Masih banyak guru yang tidak mau menulis, tidak membuat publikasi ilmiah, atau tidak inovatif dalam kegiatan belajar.

4. Rekrutmen guru yang kurang efektif. Masih banyak calon guru yang direkrut tidak melalui mekanisme yang profesional, tidak sesuai dengan jalur rekrutmen yang sesuai bidang pendidikan.

Tuan Guru Syarif (TGS), dosen Universitas Indraprasta PGRI dan pegiat literasi TBM Lentera Pustaka menegaskan bahwa tujuan besar pendidikan akan sulit dicapai bila kompetensi guru diabaikan. Pandemi Covid-19 sudah jadi bukti memprorak-porandakan sistem belajar yang berbasis kelas. Sementara pembelajaran kreatif seperti "de-schooling society" jadi terabaikan. Maka pembelajaran jarak jauh (PJJ) cenderung tidak efektif. Belum lagi soal kompetensi pedagogik digital guru yang relatif tertinggal. 

Maka sebagai solusi, guru dan praktisi pendidikan di mana pun harus berani mengubah mind set tentang peran guru yang hakiki. Guru adalah kreator di dalam kelas, tanpa perlu bertindak text book terhadap kurikulum. Guru adalah fasilitaor siswa dalam menemukan potensi dirinya. Maka guru tidak boleh nyaman dengan cara belajar yang satu arah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun