Minimnya dana operasional untuk menjalankan aktivitas taman bacaan, sungguh sangat menyulitkan pegiat literasi dan pengelola taman bacaan dalam di mana pun. Peran taman bacaan untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi masyarakat kian dikebiri. Jangankan untuk membeli buku baru sebagai koleksi taman bacaan, untuk memenuhi operasional bulanan saja tidak mencukupi.Â
Sementara itu, para pegiat literasi atau pengelola taman bacaan sudah mendedikasikan tenaga, pikiran, dan waktunya tanpa pamrih. Untuk menggiatkan kegemaran membaca di masyarakat. Taman bacaan bak "buah simalakama"; dijalankan terjepit, tidak dijalankan terhimpit.
Maka solusinya, semua pihak harus peduli pada taman bacaan. Seluruh pemangku kepentingan harus mulai memperhatikan keberadaan taman bacaan di manapun. Khususnya membantu biaya operasional taman bacaan.Â
Pemerintah daerah perlu terjun langsung ke lapangan, mengecek keadaan taman bacaan di wilayahnya. Korporasi atau donator pun dapat berkontribusi menjadi sponsor CSR untuk operasional taman bacaan. Â Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak dan masyarakat Indonesia.
Mau tidak mau, biaya operasional taman bacaan harus dicarikan jalan keluar. Karena bila tidak, makin banyak taman bacaan yang mati suri atau berhenti beroperasi. Kondisi yang sangat disayangkan untuk gerakan literasi.
Maka wujudkan taman bacaan yang terbebas dari belenggu biaya operasional. Karena kalau bukan kita siapa lagi. Kalau tidak sekarang mau kapan lagi. Demi masa depan anak-anak Indonesia yang lebih literat. Salam Literasi! #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H