Jelas sudah. Manusia ambigu itu suatu waktu "menuntut" kenyamanan untuk dirinya. Tapi di waktu yang lain, dia "merusak" kenyamanan orang lain. Suatu waktu dia minta orang lain untuk "move on". Tapi di waktu yang lain, dia sendiri tidak pernah "move on". Masalahnya, di situ-situ saja.
Manusia ambigu ada di dekat kita. Enta mau sampai kapan?
Manusia ambigu. Orang-orang yang tertawa lepas di siang hari. Tapi selalu menangis dan uring-uringan di malam hari. Senang sama yang ramai tapi di malam hari terasa sepi.
Makin ambigu manusia ambigu itu.
Dulu saat baru kerja, pengen punya ini pengen punya itu. Semua sudah tercapai. Dan sekarang sudah punya semua; punya kendaraan, punya uang, punya rumah. Ehh, giliran ditanya tentang hidup, jawabnya "tidak bahagia". Ambigu sekali, sampai lupa bersyukur. Kok bisa sih?
Manusia ambigu. Dia yang bilang "ada siang ada malam". "Ada duka ada suka". Ada sedih ada gembir. Ehh, pas giliran lagi kena duka dan sedih, bawaannya mengeluh melulu. Lalu bilang, Tuhan tidak berpihak pada dia. Tapi giliran lagi senang, euforia-nya luar biasa
sampai lupa saat lagi sedih. Tuhan pun tiada dipedulikan.
Manusia ambigu memang tidak literat. Standar ganda dan memuakkan. Manusia yang gagal mengejar mimpi-mimpinya sendiri. Lalu menyalahkan orang lain. Manusia yang tidak realistis namun hidup di masa kamuflastis.
Manusia ambigu itu mengerikan. Saat mereka bertanya "Kenapa kita hidup ya kalau pada akhirnya mati. Kenapa kita ada ya padahal kita juga akan binasa?". Begitulah manusia ambigu. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasSukaluyu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI