Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Literasi Dipinggirkan atau Terpinggirkan, Catatan Kritis Hari Aksara Internasional

7 September 2021   09:16 Diperbarui: 7 September 2021   09:16 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katanya, orang Indonesia malas baca tapi cerewet di media sosial. Meski minat baca buku rendah tapi menurut WeareSocial (2017) mengungkap orang Indonesia mampu menatap layar gawai 9 jam sehari. Tidak heran, cerewet-nya orang Indonesia di medsos juara ke-5 di dunia. Apalagi Jakarta mampu mengalahkan Tokyo dan New York.

Sementara tiap tahun, Hari Aksara Internasional pada 8 September selalu dirayakan. Tentu dengan berbagai cara. Sebagai momentum untuk mengingatkan pentingnya literasi dan memajukan agenda keaksaraan.  Untuk mewujudkan masyarakat yang literat.  Apa bisa?

 Sementara faktanya UNESCO menyebutkan Indonesia berada di uurutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Akibat minat baca-nya sangat rendah atau sangat memprihatinkan. Hanya 0,001% atau hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang rajin membaca. Lain lagi, riset World's Most Literate Nations Ranked (2016) menyatakan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Sementara diskursus tentang literasi dan agendanya terus menggeliat di Indonesia. Berbagai seminar, diskusi, hingga festival literasi ada di mana-mana. Semua kalangan pun "berebut tempat" soal literasi. Euforia literasi begitu bergejolak. Data, riset, dan program meningkatkan literasi boleh jadi berhamburan. 

Taman bacaan di mana-mana, perpustakaan ke mana-mana, komunitas literasi pun ada di mana-aman. Tapi mungkin, masih berjalan sendiri-sendiri. Cari panggung sendiri. Hingga bingung, literasi harus mulai dari mana? Siapa yang eksekusi? Dan bagaimana hasilnya?

Sebagai pengelola taman bacaan, maka jelang Hari Aksara Internasional, saya pun membuat catatan kritis. Sebagai refleksi dan aspirasi. Tentu untuk diri saya sendiri dan para pihak yang tersadarkan. Karena literasi sejatinya dimulai dari diri sendiri.

Bisa jadi, literasi atau taman bacaan hari ini telah "dipinggirkan atau terpinggirkan". Bila kata "pinggir" berarti tepi atau sisi. Maka "dipinggirkan" berarti menjadikan ke pinggir, menepikan. 

Sementara "terpinggirkan" berarti sudah dipinggirkan atau disisihkan dari. Bolehlah "dipinggirkan" dimaknai ada kesengajaan untuk dikenai tindakan ke pinggir. Sedangakn "terpinggirkan" terjadi akibat perbuatan yang tidak disengaja. Mungkin karena kurangnya perhatian atau keseriusan. Tentu, siapa pun boleh setuju dan boleh tidak setuju akan hal ini.

 Lalu, siapa subjek yang harusnya bertindak sebagai pelaku literasi?

Secara normatif, tentu siapa saja boleh terlibat. Tapi bila mau jujur, literasi akan berjalan efektif dan berdampak bila masing-masing mengambil peran sesuai kapasitasnya. Ada yang bertindak sebagai penyedia buku, ada yang mengelola, ada yang menjadi relawan atau pelaksana program, ada yang bertindak sebagai penyandang dana, bahkan ada yang membuat kebijakan. Begitulah semestinya agar literasi dan taman bacaan tidak terpinggirkan. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun