Jadi mahasiswa tingkat akhir di masa pandemi Covid-19 memang ngeri-ngeri sedap. Karena mereka dihadapkan pada kondisi harus menyelesaikan skripsi. Agar mampu meraih gelar sarjana. Tapi di sisi lain, kondisi pandemi pun terus menghadang. Realitas yang dilematis, sungguh sulit dibantah.Â
 Selain harus mengikuti beberapa mata kuliah akhir semester secara daring. Bimbingan skripsi pun harus daring, di samping tatap muka. Pasang surut, suka duka menyelimuti mahasiswa tingkat akhir. Di kampus mana pun. Lalu cerita apa yang bisa dibawa jadi kenangan hidup mereka?
 Apalagi di saat-saat akhir perjalanan kuliah jelang empat tahun lamanya. Goretan pikiran dan peristiwa ilmiah "terakhir" apa yang bisa dijadikan momentum kebanggaan sekaligus kesyukuran. Atas perjuangan dan pengorbanan menulis skripsi yang kerap memusingkan. Sebuah akhir yang biasa-biasa saja atau luar biasa?
 Maka dengan mematuhi protokol Kesehatan, sekolompok mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Indraprasta dengan pembimbing materi Syarifudin Yunus, pun menggelar ujian skripsi bertajuk "Ujian Skripsi Hari Merdeka" pada 19 Agustus 2021. Mereka adalah Tomas Jordhi, Rifana Bilaldi, Wempie Banyu Bening, Ulya Karimatun Nisa, Fandrias Anggoro Wicaksono, Sri Novia Ratnasari, Alifah Maryana, Hilwah Ramadhan, Tyas Hidayanti, Taya Sutarya, Dwi Aprilla, Rahmat Hidayat, Oqi Briara, dan Mahesa Vdyadara menyiapkan dan mempertanggungjawabkan konten skripsi yang ditulisnya. Alhasil, mereka dinyatakan lulus dalam ujian ini. Imunitas tubuh pun kian kuat, akibat syukur dan gembira yang sangat.Â
Selain ujian secara daring, opsi ujian skripsi secara luring pun bisa jadi pilihan. Asal mematuhi protocol Kesehatan dan bila mahasiswa sudah vaksin kedua. Karena pandemic Covid-19 dan skripsi, semuanya adalah ujian. Ujian sebagai sarana dari Allah SWT untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan untuk membebani hidup. Termasuk keputusan untuk menyelesaikan skripsi pun patut diapresiasi dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebuah konsekuensi ilmiah.
Menulis skripsi adalah perjalanan ilmiah. Dari merintis judul, menyiapkan latar belakang, merumuskan masalah, Menyusun kerangka teori hingga landasan berpikir. Tidak cukup di situ, metodologi pun disusun untuk kelancaran penelitian. Hingga Menyusun kontruksi berpikir temuan penelitian dan dikupas tuntas di uraian dan penafsiran. Dan akhirnya mampu mendeskripsikan simpulan. Semua dijalani melalui proses bimbingan skripsi, dengan segala suka dan dukanya. Itulah pengorbanan dan perjuangan mahasiswa tingkat akhir yang menulis skripsi.Â
Maka ada pesan di balik ujian skripsi mahasiswa di masa pandemic Covid-19. Bahwa skrpsi telah mengajarkan mereka tentang cara berpikir optimal dalam situasi apapun. Bukan melulu tentang apa yang harus dipikirkan. Karena sejatinya, belajar dan skripsi adalah proses mengisi wadah kosong. Melainkan proses menyalakan api pikiran dan optimism. Cara berpikir yang bukan hanya mengalami atau memahami sebab akibat. Tapi lebih dari itu, menjadi sarjana yang mampu merancang sebab akibat.
Prinsipnya sederhana untuk mahasiswa. Saat berani memulai untuk kuliah. Maka harus berani pula mengakhiri. Dan itu terjadi saat ujian skripsi dan wisuda sarjana. Sebagai ujung dari  selalu ada kopi untuk setiap skripsi yang harus direvisi. Seperti  setitik rindu yang belum berujung temu. Saat hati yang terpaksa harus menepi akibat pandemi.
Ujian skripsi adalah momentum. Bahwa kuliah dan belajar sejatinya bagian perjuangan untuk kemajuan, bukan meraih kesempurnaan.Â
Siapa pun tahu. Menuntaskan skripsi memang berat. Maka tidak semua mahasiswa kuat. Apalagi bila terhambat. Di situlah dibutuhkan tekad dan siasat untuk bisa meraih momentum hebat. Tanda mereka siap mengemban amanat bukan untuk akrobat. Agar ilmunya bermanfaat untuk umat.