Jangan kasih kendor, jebret. Gaungkan terus eksistensi TBM, tebarkan terus praktik baik gerakan literasi, dan kampanyekan terus apa yang dilakukan pegiat literasi di mana pun. Lagi-lagi, jangan kasih kendor. Baik jiwa, sikap, dan perilaku dalam ber-literasi. Karena kata banyak orang selama ini, TBM hanya "jalan sunyi" dari panggung gemerlap gaya hidup dan popularitas.
Jangan kasih kendor. Begitu kata, orang-orang militan. Mereka yang bersemangat tinggi; penuh gairah; berhaluan keras dalam menggerakkan giat membaca. Forum TBM harus berani menyatakan bahwa minat baca anak Indonesia tidak rendah. Tapi akses bacaan dan militansi gerakan literasi yang belum optimal. Maka semua pihak bertanggung jawab untuk meningkatkan akses bacaan dan menambah energi militansi untuk "hidup" di TBM.
Secara subjektif, saya pun merekomendasikan catatan kritis di hari ulang tahun Forum TBM ke-16 tahun 2021 ini tentang beberapa hal yang mengusik eksistensi TBM di Indonesia, antara lian:
1. Pentingnya melakukan konsolidasi keanggotan Forum TBM di seluruh Indonesia, khususnya dalam hal keberadaan dan keaktifan, profil program dan demografi TBM-nya, serta peluang dan kendalanya. Apapun kondisinya, TBM-TBM yang ada harus mengerucut pada "data bersih" yang terus-menerus disaring dan diperkuat. TBM di Indonesia itu "kekuatan besar" yang harus mulai diperhatikan oleh bangsanya sendiri.
2. Mencarikan solusi terhadap soal perizinan TBM-TBM di seluruh Indonesia. Agar eksistensi TBM di mana pun tidak dipersoalkan pihak-pihak tertentu yang berseberangan atau setidaknya dapat memberikan "ketenangan" para pegiat literasi dalam berkiprah di masyarakat. Siapa yang berwewenang memberikan izin operasional TBM di suatu daerah?
3. Memperbanyak praktik-praktik baik dan terobosan baru terhadap aktivitas dan progra di TBM-TBM yang ada. Tentu berbasis kearifan lokal, kawasan, dan inklusi sosial. Praktik baik TBM, bila dikelola dengan baik, pastinya akan menjadi nilai tambah dan nilai promosi yang luar biasa. Sehingga mampu mengundang kepedulian pihak luar terhadap aktivitas TBM.
4. Mencari formula terbaik dalam pola kemitraaan dan kolaborasi antara TBM-TBM dengan pemerintah daerah, korporasi, dan komunitas. Apa sinergi yang dapat dilakukan Bersama? Apa peran TBM untuk eksekusi program kemitraan?
5. Meningkatkan kemampuan menulis pegiat literasi dan pengelola TBM. Hal ini penting karena setelah membaca harus diikuti dengan menulis lalu berbicara. Jadi jangan sampai pegiat literasi, banyak berbicara tanpa menuliskan. Bahaya bila sekadar retorika. Praktik baik TBM yang dituliskan pada akhirnya akan memberi pencerahan dan memperkuat TBM lainnya. Dan di era begini, menulis pastinya akan jadi rekam jejak digital yang abadi. Karena yang terucap akan hilang dan yang tertulis akan abadi.
Terakhir catatan kritis saya untuk Forum TBM. Persoalan fundamental TBM saat ini, menurut saya, ada 3 hal, yaitu 1) ada anak tidak ada buku, 2) ada buku tidak ada anak, dan 3) komitmen pengelola yang masih setengah hati.Â
Mak agenda penting ke depan adalah "menyeimbangkan" ketiga hal tersebut agar selalu bersemayam di TBM-TBM. Menengok diri, memperkuat literasi semestinnya bertumpu pada tiga hal fundamental tersbut di setiap TBM. Dan untuk itu, menurut saya lagi, hanya bisa diraih dengan menambah energi "militansi" aktivitas di TBM.