Harus diakui, di era serba digital begini. Menjadikan anak-anak "dekat" dengan buku bacaan memang tidak mudah. Apalagi bila akses buku bacaan pun masih terkendala, Maka dibutuhkan komitmen dan aksi nyata dalam mengajak anak-anak untuk mau bergelut dengan buku bacaan. Inilah "pekerjaan rumah" para pegiat literasi maupun taman bacaan di mana pun. Agar mampu menarik anak-anak datang membaca. Agar taman bacaan jadi tempat yang menyenangkan. Bila tidak, maka taman bacaan bisa jadi kian "ditinggalkan" anak-anak.
Taman bacaan di Indonesia, kini dihadapkan tantangan yang besar. Â
Karena ternyata 64% TBM/taman bacaan di Indonesia hanya dikunjungi tidak lebih dari 30 anak pembaca pada setiap jam baca. Ada 7% taman bacaan dengan 1-5 anak, 15% dengan 6-10 anak, dan 42% dengan 11-30 anak. Sementara taman bacaan yang dikunjungi 31-50 anak 18% dan taman bacaan dengan lebih dari 50 anak 18%. Itulah simpulan Survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia yang dilakukan TBM Lentera Pustaka (30 Juni 2019). Ini sinyal kuat bahwa jumlah anak yang datang ke taman bacaan masih jadi kendala gerakan literasi Indonesia. Selain soal koleksi buku bacaan dan komitmen pengelolanya sendiri. Survei Tata Kelola Taman Bacaan ini diperoleh dari pegiat literasi di 33 lokasi di Indonesia.
Di tengah gempuran era digital dan masa pendemi Covid-19 seperti sekarang, semestinya taman bacaan dapat dipilih anak-anak. Sebagai tempat membaca dan belajar, apalagi di tengah pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tidak optimal. Bahkan lebih dari itu, taman bacaan pun bisa jadi saran untuk memperkuat karakter dan mengembangkan potensi setiap anak. Apapun yang tidak diajarkan di sekolah, seharusnya diperankan taman bacaan.
Kenapa anak-anak perlu ke taman bacaan?
Setidaknya ada beberapa alasan anak-anak perlu ke taman bacaan, antara lain:
1. Membiasakan membaca buku sebagai kegiatan sehari-hari yang positif daripada bermain gawai atau menonton TV.
2. Melatih keterampilan interaksi sesama teman sebaya, bagian dari social skills anak yang penting di masa depan.
3. Menjadi tempat ekspresi diri anak, baik membaca, menulis, atau potensi sesuai minat dan bakat yang dimilikinya.
4. Menanamkan karakter dan akhlak yang baik, tahu etika yang kini semakin langka di anak-anak.
5. Membangun peradaban dan perilaku yang positif seiring gempuran era digital yang kian menggerus anak-anak Indonesia.