Tiap kali hujan deras dan cukup lama, banjir terjadi di mana-mana. Sudah biasa, begitu musim hujan maka banjir pun tiba. Apalagi di kota besar seperti Jakarta. Kota yang aman dan nyaman bagi air melimpah seperti banjir. Â Seperti melimpahnya kesehatan, kesuksesan, dan keberkahan kepada manusia.
Kenapa banjir? Itu tidak penting dibahas.
Banjir itu hanya akibat. Sebabnya adalah hujan. Dan faktanya, jutaan orang pun merindu hujan. Jutaan manusia, nyatanya lebih suka hujan daripada kemarau. Maka hujan pun selalu turun tanpa peduli omongan orang. Sekalipun jutaan manusia mencacinya, menghujatnya. "Sialan hujan, kenapa tidak berhenti?" Begitu kata sebagian orang yang membenci hujan atau banjir.
Di mana pun, hujan tetap akan turun. Karena hujan tahu selalu ada orang yang mengingatkan kehadirannya. Entah, karena cinta atau benci. Atau karena bosan dengan musim kemarau berkepanjangan. Karena setelah hujan, siapapun bisa melihat pelangi indah sesudahnya. Keindahan anugerah sang pencipta.
Memang, terlalu banyak hujan itu tidak baik. Banjir terus menerus pun menjadi luka. Tapi patut direnungkan, kenapa manusia terus membenci dan mencaci? Melulu mengeluh dan pesimis dalam hidupnya? Untuk apa menangis bila yang ditangisi adalah realitas?
Banjir, terimalah. Asal jangan membenvi hujan. Tidak pegi menghakimi hujan. Apalagi manusia. Untuk apa membenci terus menerus. Bila banjir bisa jadi alat untuk memperbaiki diri.
Banjir bukan hukuman. Tapi untuk mengingatkan hukum "duduk sama rendah berdiri sama tinggi". Karena banjir tidak mengenal tempat. Istana presiden banjir, kantor gubernur banjir, apalagi rumah penduduk. Banjir tidak kenalpangkat, jabatan, harta dan status sosial. Banjir bisa menggenangi tempat tinggal dan pemukiman siapapun. Persis seperti manusia, sama rendah sama tinggi di hadapan Ilahi Rabbi.
Sekalipun banjir. Jangan membenci hujan. Karena banjir, manusia diajarkan untuk selalu berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku. Di manapun, kapanpun. Atau atas sebab apapun. Dan yang terpenting. Banjir bisa jafi sinyal. Agar manusia lebih rajin lagi "instrospeksi" bukan "memgorekai". Agat mau memperbaiki diri dan menerima realitas. Termasuk apa artinya sebuah tong sampah ... #FilosofiBanjir #LiterasiBanjir
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI