Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bilang Iya Berarti Tidak, Manusia Paradoks Zaman Now

18 Februari 2021   06:40 Diperbarui: 18 Februari 2021   06:47 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup itu paradoks. Dan paradoks itu ada pada hidup manusia.

Ingin baik tapi kerjaannya jahat. Ingin sejahtera namun sehari-harinya bermalas-malasan. Hidunya sudah kaya raya tapi masih korupsi. Kerjanya sebagai polis tapi justru ditangkap karena mengkonsumsi narkoba.Persis seperti Indonesia. Katanya negara kaya, berlimpah kekayaan alamnya. Tapi masih banyak rakyatnya yang hdiup miskin. Itu semua contoh paradoks. Sesuatu yang bertentangan, berlawanan dengan yang seharusnya.

Dunia literasi pun sebuah paradoks. Berapa banyak orang yang menyebut "membaca itu aktivitas penting" tapi nyatanya hanya sedikit orang yang "mau membaca sebagai kebiasaan". Berapa banyak orang ingin peduli sosial. Tapi faktanya tidak diikuti Tindakan peduli sedikitpun. Banyak yang diomong namun sedikit yang diperbuat. Maka wajar "kenyataan" kian jauh dari "harapan".

Paradoks. Hari ini katanya cinta Indonesia. Tapi di saat yang sama, kerjanya mencemooh bangsa Indonesia. Bilang "iya" tapi berarti "tidak". Manusia pradoks. Persis seperti orang galau di media sosial. Update status yang tidak dilakukannya, tidak dirasakannya. Apa yang tidak perlu dikatakan, malah dikatakan. Apa yang mau dikatakan, justru dikatakan.

Hidup memang paradoks. Apa yang dilakukan tidak berbanding lurus dengan hasilnya. Ada yang lurus ilmunya, lemah kelakuannya. Ada yang melotot matanya, malas membacanya. Ada yang kuat ekonominya, bengkok logikanya. Ada yang kaya materinya, tapi miskin jiwanya. Paradoks selalu saja ada pada manusia. Sehebat apapun dia.

Manusia itu bisa kuat di satu sisi. Tapi lemah di sisi lain. Selagi masih manusia, pasti tidak mungkin selalu benar. Pasti ada salahnya. Ada saat benar, ada saat salah. Sebab itu, manusia berbeda dan beragam, beraneka gaya. Agar ada ruang untuk saling melengkapi. Agar bisa kerjasama, bisa interaksi satu sama lainnya.

Bila ajaran lurus dan rajin ibadah identik dengan banyaknya harta dan hidup kaya. Maka koruptor-koruptor itu pasti dianggap pemilik ajaran lurus dan rajin ibadah. Jika orang yang mengajar itu identik dengan kebenaran. Maka para pengajar itu pasti masuk surga. Bukan begitu cara berpikirnya. 

Lurus itu bukan manusianya. Tapi Allah anugerahkan akhlak yang baik kepadanya. Lurus itu bukan manusianya. Tapi Allah anugerahkan iman yang benar kepadanya. Lurus itu bukan manusianya. Tapi Allah anugerahkan ilmu yang bermanfaat kepadanya. Agar menjadi hikmah, bukan melulu paradoks.

Manusia itu penuh paradoks. Maka manusia tidak mungkin maha benar, tidak mungkin maha suci apalagi maha hebat. Tidak mungkin. Karena manusia hanya bisa ikhtiar untuk benar, ikhtiar untuk suci, dan ikhtiar untuk hebat. Semua tergantung ikhtiar-nya lalu diakhiri dengan doa. Bahkan untuk menuju Allah pun, manusia hanya bisa ikhtiar sekuat-kuatnya. Karena manusia adalah paradoks.

Paradoks dalam hidup manusia. Siapa pun, bila tidak mampu memuji maka tidak perlu mengejek. Bia tidak mampu meninggikan maka jangan merendahkan. Bila tidka mampu melakukannya maka tidak usah banyak bicara. Alias jangan mencari-cari yang jelek-jelek dari apa-apa yang baik. Agar tidak jadi paradoks.

Ketahuilah sahabat. Paradoks ada di dekat kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun