Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Teruntuk Kamu, Manusia Kepo

29 Januari 2021   12:46 Diperbarui: 29 Januari 2021   12:53 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman now. Selain lengket banget sama gadget, salah satu ciri manusia zaman now itu suka "kepo". Iya kepo, sok mau tahu urusan orang, Kerjanya mengintip laju orang lain. Memata-matai hinga apa saja urusan orang lain pengen tahu. Maka ada sindirannya, "mau tahu aja" atau "mau tahu banget". Dasar manusia kepo.

Manusia kepo itu sbuk banget. Tapi sibuk ngurusin orang lain. Bolehlah disebut sibuk enggak karuan. Dikit-dikit, pengen tahu urusan orang. "Ehh, si anu sekarang kerja di mana?". Si anu udah nikah apa belum sih? Kok si anu banyak duitnya, dari mana ya?. Begitulah kira-kira manusia kepo saat memulai obrolannya. Tentu, dengan sesame kaum kepo.

Apa sampai di situ? Belum. Manusia kepo memang doyan gosip, doyan ngomongin orang.  

Urusan pribadi orang pun pengen tahu aja. "Ehh, si anu rumahnya masih ngontrak apa udah punya sendiri...?" Capek deh. Bergaul sama manusia kepo itu enggak ada selesainya. Ada saja yang pengen diketahuinya. Padahal bukan urusan dia.

Jadi manusia kepo. Bukan soal boleh atau tidak boleh. Bila hanya bertanya, tentu tidak masalah, Tapi bila motifnya personal atau mencari kesalahan orang lain, itu dilarang. Si kepo itu rata-rata niat dan motif pengen tahunya buruk. Alias bengkok. Manusia kepo sering lupa. Apa yang dilakukannya (dalam Islam) sudah termasuk "tajassus". Yaitu mengorek-orek berita atau memata-matai. Makanya tajassus atau kepo itu dilarang. Nah, bila yang dilarang justru dikerjakan ya itulah kualitas manusia kepo.

Jadi tidak usah kepo. Karena kepo itu urusan moral. 

Emang apa pentingnya sih kita tahu urusan orang? Atau biar dibilang orang peduli? Segala rupa ditanyain. Segala macam pengen tahu. Ini ditanya, itu ditanya. Ujung-ujungnya, berprasangka buruk, mencari kesalahan orang bahka menebar kebencian. Dasar manusia kepo.

Aneh memang manusia kepo. Lebih senang "melihat ke luar" daripada "menengon ke dalam" Lebih suka ngurusin orang lain daripada urus dirinya sendiri. Sibuk enggak karuan. Yang bukan urusannya dikerjakan, giliran urusan sendiri belum tentu beres. Terus, bila orang lain salah apa si manusia kepo benar? Belum tentu layauw.

Terus, apa salah jadi manusia kepo?

Ya, kepo itu bukan soal salah tidak salah. Kalau salah di kepo sudah pasti masuk penjara. Lagi-lagi, kepo itu cuma soal moral. Bertanya dan pengen tahu, bila niatnya baik ya silakan. Tapi sebaliknya, bertanya dan pengen tahu atas niat tidak baik. Itu berarti moral si manusia kepo bermasalah.

Lagi pula, bila orang lain punya sisi buruk dan jelek. Apa artinya, si kepo selalu baik? Si manusia kepo lupa. Manusia hidup itu realitasnya ada baik, ada buruk. Karena harus bisa terima dengan lapang dada. Sambil tetap elin dan waspada.

Manusia kepo perlu tahu. Sebuah hadist berkata, "Allah membenci tiga perkara: 1) bergosip (qiila wa qaala), 2) menyia-nyiakan harta, dan 3) banyak bertanya". Itu artinya, tidak usah jadi manusia kepo.  Lebih baik muhasabah dan selalu introspeksi diri. Anjurannya sederhana, "Janganlah kamu bertanya sesuatu yang menyusahkan kamu". Untuk apa bertanya, bila jadi masalah? Dasar kepo.

Maka ketahuilah, kepo itu berasal dari kebiasaan senang bergunjing, bergosip sambil ngomongin orang, mengungkap aib orang lain. Kumpul-kumpul yang lebih banyak mudharat daripada maslahat. Banyak bertanya untuk hal yang tidak ada manfaatnya. 

Maka manusia kepo itu terjadi. Karena si kepo tidak pernah kelar dengan dirinya sendiri. Sehinga banyak tanya dan mau tahu saja urusan orang lain. Maka enggak usah kepo. Karena dilarang menilai orang lain dengan standar diri kita sendiri. Enggak usah kepo, karena tidak ada manfaatnya sama sekali. Dalam hal apa pun, soal siapa pun. Salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun