Manusia, termasuk saya, adalah bukan apa-apa, bukan pula siapa-siapa.
Covid-19 sudah jadi bukti. Membuat manusia di seantero dunia terhentak. Sakit, meninggal dunia, bahkan ketakutan. Kian tegas, siapapun. Dari mana dia berasal dan mau ke mana dia pergi?
Bukan apa-apa. Selagi udara yang dihirupnya gratis. Selagi bumi yang diinjaknya tidak bayar. Selagi sinar matahari yang dirasanya pun tidak mampu dibeli. Maka manusia bukan apa-apa. Semua adalah milik-Nya. Diberikan gratis, tanpa bayar sedikitpun. Masihkah tidak bersyukur hai manusia?
Manusia pun bukan siapa-siapa. Tapi sayang, mereka sering lupa. Sering merasa benar, sering merasa besar. Terlalu mudah membenci dan memusuhi. Hidup penuh prasangka. Bahkan berani menghakimi orang lain atas nama Tuhan. Sungguh, manusia itu bukan siapa-siapa. Sekali lagi, kenapa tidak bersyukur?
Memang, manusia itu bukan apa-apa. Bukan siapa-siapa.
Hanya bisa meminta, hanya bisa mengeluh. Bahkan terlalu berani membenarkan pikiran dan perasaannya sendiri. Sombong terlalu tinggi. Rendah hati dianggap basi. Ingin baik belum tentu benar. Ingin benar pun belum tentu baik. Kamuflase, ada dalam hidup manusia.
Seperti udara pagi ini. Manusia pun tidak mampu membelinya. Tidak mampu membuatnya sendiri. Karena semua adalah anugerah-Nya. Semua ada dalam skenario-Nya. Bahkan nanti saat dihisab, siapapun ada yang dikehendaki-Nya. Ada pula yang tidak dikehendaki-Nya. Semakin terbukti, manusia bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.
Maka bertanyalah, apa yang telah diperbuat untuk-Nya?
Bila katanya, semua yang ada hanyalah titipan-Nya, anugerah-Nya. Lalu apa yang sudah dilakukan untuk menyenangkan-Nya?Â
Maka saya, sungguh bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Hanya kepada Allah semua akan kembali... salam literasi.