Maka jangan pula membenci manusia. Bila tidak mampu mencintai, maka cukup berdiam diri. Jangan membenci siapapun, tidak peduli berapa banyak mereka bersalah padamu. Karena membenci itu menyempitkan hati dan menghilangkan rahmat Allah.
Bila hari ini, makin banyak orang yang merasa benar sendiri. Biarlah nanti waktu yang akan membuktikannya. Bisa jadi, karena mereka terbiasa membenci hujan. Sekalipun mereka meminum air yang diteguknya dari hujan.
Sungguh, tidak pernah memilih di mana ia akan turun. Begitu pula manusia. Maka jangan ada kebencia pada hujan, pada manusia. Aneh saja. Bila banyak manusia mengaku beragama, bahkan sibuk memeluk agama. Tapi di saat yang sama, mereka sibuk menghina dan merendahkan agama lain. Kebenaran agamis selalu dijadikan alasan untuk kemalasan berpikir rasional. Hingga gagal berhadapan dengan realitas.
Maka jangan membenci hujan, Karena hujan sama sekali tidak pernah membencimu. Maka jangan khawatir pula bila ada orang yang membencimu. Asalkan kamu tetap berdiri tegak tanpa membenci orang yang membencimu. Agar tidak kotor, agar tidak sempti hati dan hilang dari rahmat-Nya.
Hujan adalah literasi. Kehidupan pun literasi. Maka literasi sama dengan belajar.
Belajar untuk terus-menerus mengoreksi diri sendiri. Karena untuk mengoreksi orang lain sama sekali tidak butuh belajar, tidak butuh literasi.
Jadi jangan benci hujan. Bergembiralah di kala hujan. Dan ketika hujan turun, aturlah orangnya bukan airnya ... Salam literasi #LiterasiHujan #JanganBenciHujan #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H