Hanya mungkin di negeri ini, pendidikan nonformal sudah lama "ditinggalkan" atau kurang diperhatikan. Maka otokritik saya, pengelola taman bacaan di manapun hanya kirang satu hal.Â
Apa aitu? KESUNGGUHAN. Bersungguh-sungguh dalam mengeloa taman bacaan. Jangan sambil lalu atau dianggap sosial sehingga tidak dilandasi "komitmen dan konsistensi".Â
 Proses pendidikan, termasuk di taman bacaan, sangat memerlukan kesungguhan. Karena mengelola taman bacaan adalah sebuah proses panjang, perlu kerja keras, kesabaran dan harus istiqamah. Jadi kata kuncinya, kesungguhan.Â
Di taman bacaan, sejatinya, kita sedang membangun peradaban aksi yang ditanam untuk masa depan anak-anak. Sementara di luar sana, tidak sedikit orang sedang bergumul peradaban kata-kata. Bijak dan indah tanpa aksi nyata.
Taman bacaan, bukan hanya tempat baca. Taman bacaan memang pekerjaan sosial tanpa "panggun popularitas". Tapi taman bacaan, di manapaun, harus dikelola dengan kesungguhan, tekun dalam menjalani prosesnya. Itu harga mati.
Berkiprah di taman bacaan. Bila niatnya baik, tujuannya baik, ikhtiarnya baik. Doanya baik. Maka KESUNGGUHAN ITU HARUS DIPAKSA. Di taman bacaan memang capek fisik dan hati, lelah iya, pusing pasti. Bahkan bosan dan malas pasti sering terjadi. Semuanya harus dilawan dengan "kesungguhan".
 Seperti Ananda Zahra, dari tidak bisa baca hingga bisa membaca walau terkendala mata. Itu terjadi berkat KESUNGGUHANNYA. Karena itu, tanggal 23 Agustus lusa saat Agustusan di TBM Lentera Pustaka, Zahra akan mendapat "reward khusus" sebagai anak rajin yang bersungguh-sungguh membaca di taman bacaan, bersama 4 anak rajin lainnya.
 Man Jadda Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Insya Allah #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #PegiatLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H