Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muharram = Hijrah

20 Agustus 2020   09:25 Diperbarui: 20 Agustus 2020   09:25 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti penyakit lahir, pada siapapun, bisa dideteksi dan bisa didiagnosis. Orang yang sakit kepala tandanya pusing. Orang yang sakit flu pasti terasa tidak enak badan. Tapi penyakit batin, banyak orang mengidapnya tanpa tahu gejala sakitnya. 

Siapa di antara kita yang bisa mendeteksi penyakit sombong, dengki atau benci di diri sendiri? Fisiknya ngobrol tapi akhirnya bersusah payah mencari kekurangan orang lain. 

Bersikap sombong yang merasa wajar karena itu semua hasil jerih payahnya. Orang-orang yang mengaku hemat untuk menutupi kekikirannya. Maaf bila tidak berkenan ya.

Jadi jelas, hijrah tidak hanya soal lahir atau fisik. Tapi hijrah harus dan harus melibatkan batin, menggunakan hati. Bila ada orang sombong masih tetap galau. Bila ada orang kaya tapi merasa miskin. 

Bila ada orang yang sudah berbuat tapi hatinya tidak tenang. Kata kuncinya, mereka belum berhjrah. Belum berpindah dari keadaan lahir menuju ke batin. Lebih bersifat fisik, bukan psikis.

Maka dengan tegas, hijrah atau berpindah tempat bukan soal lahir. Menjadi lebih baik di tahun ini daripada tahun sebelumnya bukan soal material. Tapi soal batin, soal psikis. Dan itu semua, hijrah hanya bisa terjadi bila kita berpegang kepada agama Allah. Hijrah dari belum dengan kepada Allah menjadi lebih dekat dan khusyuk bersama Allah.

Jadi bagaimana bisa berhijrah?

Sederhana saja. Mungkin kemarin-kemarin kita sudah hebat dan mampu mencapai yang kita inginkan. Tapi sayang apa yang kita capai itu belum punya manfaat banyak orang lain. Atau bahkan malah menyakitkan orang lain. Sekali lagi hjrah bukan hanya lahir tapi batin. 

Maka 1 Muharram 1`441 H ini jadi momen hijrah, untuk siapapun. Berhijrahlah untuk 1) memberikan bantuan kepada orang lain, sekolahkan anak-anak yatim yang terancam putus sekolah, 2) buatlah orang lain senang bukan malah jadi benci atau hasud, dan 3) tebarkan manfaat kepada orang lain, bukan justru memanfaatkan orang lain. Bersikap untuk menghargai bukan menghina, bersikap untuk mengangkat bukan menjatuhkan. Itu semua cara sederhana untuk hijrah, momen tahun baru Islam yang lebih bermakna. 

Muharram itu hijrah. Tentang kesadaran dan kesdiaan untuk berubah. Berpindah tempat dari yang belum baik menuju ke yang lebih baik. Dan untuk berhijrah, cukup dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. 

Tidak perlu banyak mengeluh, tidak perlu membenci. Apalagi membicarakan kejelekan orang lain hingga menghujat orang lain. Hijrah cukup dengan melibatkan hati, memperbaiki batin. Karena sela mini, mungkin kita terlalu banyak memperbagus lahir atau fisik semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun