Dan siapapun berhak kembali ke fitrah.
Karena selama puasa, setiap manusia sudah ditempa dengan ibadah wajib maupun sunnah. Semuanya bermuara pada ada atau tidak adanya "bekas" tempaan selama puasa untuk menjadi lebih baik dalam hidup. Hidup esok yang lebih baik dari kemarin.
Â
Fitrah. Sejatinya harus menjadikan manusia lebih bertakwa. Lebih berserah diri kepada Allah SWT. Lebih baik dan lebih optimis dalam hidup. Fitrah yang bernilai plus (+). Tapi sebaliknya, bila puasa hanya sebatas ritual atau seremoni semata, lalu tidak "berbekas" dalam kehidupan selanjutnya. Apalagi di kehidupan esok, gagal untuk memperbaiki diri bahkan tidak menjadi lebih takwa. Tidak menjadi lebih baik bahkan bersifat pesimis. Maka fitrah itu bernilai minus (-).
Orang yang fitrah. Selalu bersedia kembali ke titik nol. Yaitu mereka yang mampu "menahan diri" dari godaan apapun. Agar tidak terbawa nafsu perut, tidak jumawa akibat kekuasaan, tidak menggilai harta dan pangkat jabatan. Bahkan secara perlahan, mampu mengurangi rasa cinta dunia. Karena dunia, sungguh menjadi pangkal tolak dari "mengeraskan hati, melemahkan ibadah". Maka sepantasnya, fitrah mampu menjadikan manusia. Lebih baik dan lebih baik lagi dalam kehidupannya.
Bahkan fitrah, boleh disebut sebagai kewaspadaan baru. Seperti, "new normal", kehidupan baru manusia pasca Covid-19. Manusia yang selalu waspada akan dua hal dalam hidupnya, yaitu 1) DOSA dan 2) KEINGINAN.Â
Tiap manusia harus mampu menghindari DOSA. Karena sifat dosa itu akan selalu bertambah, tidak ada pengurangan. Sama halnya dengan KEINGINAN. Karena keinginan selalu mengundang hawa nafsu dan menjadi sebab manusia terjerembab ke dalam kesesatan. Ingin berkuasa, ingin kaya, ingin mengalahkan orang lain; semua itu sesat maka harus mampu dikendalikan.
Manusia yang kembali ke fitrah. Adalah manusia yang mampu menghindar dari DOSA sebisa mungkin dan mampu mengelola KEINGINAN tetap terkendali. Tetap berhati-hati dalam hidup. Karena di zaman now, kehidupan selalu dipenuhi godaan. Maka, pilihannya "menggoda atau digoda".
Fitrah, selalu mengingatkan manusia. Bahwa manusia hakikatnya tiada, kosong atau hampa. Manusia itu sejak lahir, tak bawa apa-apa, tak kuasa apa-apa. Maka kini pun dan menjelang kematiannya, manusia pun tetap bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Maka hanya Allah SWT yang mampu mengisi hidup tiap manusia. Allah SWT yang berkehendak manusia akan jadi seperti apa?
Fitrah pun menjadi simbol dimulainya kembali "pertarungan". Antara manusia dnegan kehidupannya. Antara baikan dan keburukan. Antara penyucian jiwa dan pengotoran hati. Hingga siapa yang mencapai kemenangannya?
Â