Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Gaduh Lagi soal Covid-19, Orang Paham Bantu yang Tidak Paham

7 April 2020   21:45 Diperbarui: 7 April 2020   22:07 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini kisah nyata, akibat Covid-19. Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor itu kampung prasejahtera alias miskin. Dan realitas hari ini, rumah saya yang kini dijadikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka ada di kampung itu. Jangankan ada wabah Covid-19 seperti sekarang. Hari-hari biasanya saja, warga di sana hidupnya susah. Maklum, tingkat pendidikannya 82% SD dan 9% SMP. Maka wajar, 72% mata pencaharian warga hanya peladang/pekebun/tukang suruhan. Jadi, kalau ada kerjaan atau panenan ya baru punya uang.

Ahh yang benar, miskin? Silakan disimak contoh ini. Sebut saja, tanah garapan 500m yang dijadikan kebun. Bila ditanam singkong paling dapat 220 pohon. Setelah 9 bulan dirawat, baru bisa panen. Katakanlah 1 pohon 2 kg. Maka totalnya 440 kg X Rp. 2.000 per kg (maklum di sana masih sistem tengkulak). Maka dapatlah uang Rp. 880.000 dan itu setelah 9 bulan. Bila itu dianggap gaji, silakan hitung per bulannya dapat berapa? Sangat mengenaskan dan itu lokasinya hanya 75km dari Jakarta, dari pusat bisnis dan ekonomi nasional yang megapolitan.

Di musim wabah Covid-19 ini, kemarin saya di WA salah satu RT di sana. Minta dibuatkan spanduk tentang bahaya Covid-19. Karena warganya "kurang paham", tidak peduli terhadap wabah virus corona. Walaupun wilayahnya masih di "zona kuning". Lalu hari ini, si RT WA lagi minta dibawakan masker. 

Karena pemprov Jabar udah mewajibkan warganya gunakan masker (https://news.detik.com/berita/d-4968479/pemprov-jabar-wajibkan-masyarakat-gunakan-masker-saat-keluar-rumah). Lalu mereka, beli pakai apa dan dimana? Alhamdulillah, saya posting di medsos dalam sejam. Dapat donasi 40 pcs + saya beli 6o pcs. Dan masih ada lagi kawan saya yang akan bantu kirimkan masker. Alhamdulillah lagi...

Hari ini juga, pemerintah sudah umumkan akan "beri bantuan tunai Rp. 600.000 per bulan ke keluarga miskin dalam 3 bulan". Saya kirimkan beritanya. Karena kemarin, si RT pun lapor, "bahwa ekonomi di sana sudah sulit". Maka saya hanya sarankan untuk koordinasi dengan pihak lurah dan mulai disiapkan data-nya. Agar bantuan BLT itu tidak "salah orang". Orang miskin ya berhak terima bantuan, dikasih pertolongan. Sekalipun saya dekat sama lurahnya. Tapi realisasinya, saya belum tahu. Maklum, ngurusin orang se-RT saja susah, apalagi se-desa. Dan apalagi se-negara.

Salah satu warga di sana bilang. "Orang sini susah dibilangin, pak". Faktanya memang begitu. Mereka gak tahu social distancing alias jaga jarak, tidak paham cuci tangan. Kesehatan itu hak prerogratif Tuhan, anggapan mereka. Bahkan disuruh pakai masker pun tidak punya. Maklum, bisa ketemu makan sehari-hari saja, sudah alhamdulillah. Boro-boro mengerti Covid-19 dan segala imbauannya. Jadi mau gimana lagi?

Jadi, apa yang saya mau bilang?

Saya hanya mau bilang. Waktu gak ada Covid-19 saja memang nyata ada warga kita yang susah. Apalagi ada Covid-19. Hidup mereka seperti "buah simalakama". Gak peduli virus corona, nyawanya bisa terancam. Bila peduli pun, terus bisa dapat makan dari mana?

Saya bukan apa-apa, bukan pula siapa-siapa mereka. Tapi saya harus suarakan, hal-hal yang mereka gak mampu suarakan. Buat desa, camat, bupati maupun pemerintah. Dan buat masyarakat banyak. Untuk lebih fokus dalam membantu dan menjadikan keadaan lebih baik. Berikan solusi atau bantuan bagi yang membutuhkan. Bukan banyak celoteh tanpa berbuat apa-apa.

Saya hanya bingung. Kok ada, orang di tengah wabah virus corona ini, kerjaannya mencari-cari kesalahan pemerintah atau orang lain. Berpolemik, berdebat yang tidak berfaedah. Tanpa memberi kontribusi apapun, terhadap upaya mencegah atau menyembuhkan Indonesia dari wabah virus corona. Mereka yang kepekaan sosial-nya hilang. Akibat kebencian dan ego yang membenarkan pikirannya sendiri. Tapi nyatanya, mereka nol besar.

SAYA MAU BILANG PADA MEREKA. BILA ANDA PAHAM, BANTU SAJA.

KARENA TANGGUNG JAWAB ORANG YANG PAHAM BANTU YANG GAK PAHAM. SEBISA KITA SEMAMPU KITA. BILA TIDAK BISA, MAKA DIAM. Semoga tiap perbuatan baik jadi ladang amal semua yang peduli. Dan semoga wabah Covid-19 cepat berakhir di bumi Indonesia tercinta ini... #BudayaLiterasi #LawanVirusCorona

istimewa
istimewa
*Artikel ini telah tayang lebih dulu di laman kumparan.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun